PAPARAN PERKULIAHAN
Penyebaran
Islam dan Perkembangan Perdangangan di
Benua Afrika
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
STKIP PGRI PACITAN
2011
BAB I
Pendahuluan
Islam
adalah suatu kebudayaan, suatu agama, suatu negara atau suatu kompleks
perekonomian yang sangat luas, suatu pasar yang sungguh besar. Didirikan oleh Nabi
Muhammad (tahun 570-632 sesudah masehi), Islam menyebar ke seluruh
jazirah Arab dengan cepat dan juga ke daerah sekitarnya, ke Iran
(Persia) dan Irak, ke Palestina dan Syria,
ke beberapa bagian daerah di Asia Tengah dan juga ke Afrika. Sehingga pada
daerah bagian timur dan barat, laut tengah dan di Asia barat hingga ke
perbatasan China, penyebaran Islam telah hampir selesai sekitar tahun 750
setelah masehi. Pada permulaan fase ini, Islam disebarkan oleh orang-orang
Arab, yaitu : (1) Para tentara; (2) Para kalilfah; dan (3) Para pedagang.
Di Etiopia,
Islam pertama-tama disebarkan oleh pengungsi muslim (yang telah menerima ajaran
Islam) yang datang dari Arab berada di sekitar laut merah. Terlepas dari
kecepatan terjadinya ekspansi, Islam telah mengakar dengan begitu cepatnya,
yang memberi jawaban atas kebutuhan spiritual dan kebudayaan terhadap
berjuta-juta orang Arab, Iran, Turki dan dalam jangka waktu beberapa abad saja
terhadap sebagian besar orang Afrika. Hal ini tidak hanya meliputi orang-orang
Bar-Bar di Afrika Utara, tetapi juga penduduk yang jauh di sebelah selatan di
sebrang gurun pasir Sahara, atau sepanjang pantai timur Afrika.
Pada
masanya Negara Muslim Pertama di dunia yaitu Umayah Caliphate dengan
ibu kota pemerintahannya di Damascus,
yaitu pada setengah abad terakhir dari abad ke tujuh, dan sebagian besar
daerah-daerah Afrika Utara dan juga daerah-daerah Horn dan Afrika Timur tergabung dalam masyarakat
muslim dan pasar yang baru terbentuk ini. Peranan Arab telah mempersatukan
daerah-daerah yang sangat luas, jauh lebih luas dari daerah jajahan Romawi dan
Yunani, untuk pertama sekali setelah beberapa abad. Hal yang paling menyolok
adalah bahwa penyebaran Islam telah mewujudkan impian Alexander Agung : yaitu
penyatuan seluruh dunia. Dengan ditemukannya stabilitas politik dibawah
pengaruh Islam, maka perdagangan di Afrika Utara, hingga ke seluruh daerah di
sekitar laut tengah, di daerah lautan Hindia yang kemudian menyebar ke Rusia
dan China serta ke Asia Tenggara, yang saat ini telah terpaut menjadi satu.
Perdagangan dunia Islam telah berkembang secara mengagumkan/spektakuler. Dengan
munculnya negara Muslim kedua di bawah pemerintahan Abasiah dari Bagdad
(tahun 750 – 1000 setelah masehi), kebangkitan kembali perekonomian ini
ternyata telah membuat perkembangan besar. Untuk masa kejayaan Islam pada masa
ini, ternyata Afrika memiliki andil yang cukup besar.
BAB II
Islam di Mesir dan Afrika
Utara
Walaupun
Mesir
sesungguhnya terletak di benua Afrika, tetapi para ahli mengenai Afrika
mengabaikan Mesir dari pembahasan-pembahasan mereka, karena mereka melihat
bahwa Mesir ternyata lebih dekat dengan Timur Tengah. Sekalipun demikian, dalam
hal Islam, maka benua ini harus dipandang sebagai satu kesatuan. Sesungguhnya,
Mesir merupakan daerah politis yang pertama yang dikuasai oleh masyarakat
Muslim, dimana daerah ini mula-mula dikuasai oleh dua caliphate secara berturut-turut dan kemudian oleh
serangkaian hirarki kemiliteran yang sebenarnya merupakan keturunan dari
budak-budak belian (mamluks).
Mesir kemudian berada di bawah pemerintahan orang luar, seperti Ottoman Turkis, dinasti Muhammad
Ali dari Albania dan kemudian rejim kolonial Inggris. Kemudian berhasil
memperoleh kemerdekaannya pada pertengahan tahun 1950. Selama periode yang
panjang ini, Mesir mencoba kebudayaan dan pengaruh politik tertentu ke beberapa
daerah sebelah timur Libya, sepanjang sungai Nil hingga ke Nubia dan daerah
bagian timur Sudan (mulai dari Bilad
Al Sudan/“tanah orang hitam”) dan juga turun ke Laut Merah menuju
Somalia dan Afrika Timur.
Pada
abad ke tujuh, Mesir merupakan tempat kediaman orang Muslim yang paling
penting. Mesir berfungsi sebagai batu loncatan untuk orang-orang Arab yang
ingin menaklukan Afrika Utara yang sekarang dikenal dengan Negara Libya,
Algeria, Maroko, Tunisia dan pulau-pulau yang ada di sebelah utara Mauritania.
Pada saat orang-orang Arab bergerak kearah barat sepanjang pantai Laut Tengah,
akhirnya mencapai pantai lautan Atlantik di Maroko dan kemudian menyebar dimana
sebagian bergerak kearah utara hingga ke Spanyol, sebagian lagi kearah selatan
ke daerah Sahara. Dominasi melalui kekuatan militer juga sekaligus menyebarkan
ajaran Islam, dimana ajaran Islam kemudian mempengaruhi penduduk asli daerah
pantai utara, orang Barbar di Alegria dan di daerah timur Tunisia, juga
sebagian masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan Maroko. Fenomena ini,
yaitu invasi dan pengalihan/konversi, merupakan akibat dari adanya gelombang
besar-besaran untuk meng-Arabisasi dan meng-Islamisasi di daerah yang disebut “maghrib”
(daerah matahari terbenam, merupakan suatu istilah Islam yang umum untuk
seluruh daerah Afrika Utara kecuali Mesir). Orang-orang Barbar yang baru
beralih di daerah ini yaitu sekitar 800 sesudah masehi, sekarang mulai
menebarkan pengaruh Islam menyeberangi daerah tandus di sebelah selatan,
mengikuti rute-rute para pedagang yang sesalu terpelihara dengan baik.
Kota-kota perdagangan baru seperti Kairoan (Qairawan) di Tunisia, Murzuk
di Fezzan,
dan pusat-pusat Tahert di daerah pegunungan bagian tengah Alegria dan Sijilmasa
di bagian selatan Maroko juga mulai bertumbuhan.
Ringkasnya
setelah permulaan abad ke Sembilan, perdagangan lintas Sahara mulai dari hulu
sungai Senegal dan Nigeria juga telah dimulai untuk memberikan suatu kontribusi
yang berarti terhadap stabilitas dan kelangsungan keberadaan pasar perdagangan
orang-orang Islam. Kontribusi baru orang Afrika Barat memberikan pengaruh terhadap
terbentuknya perdagangan emas. Pertambangan ini belum dikenal dan belum
dimanfaatkan pada masa pendudukan orang Yunani dan Rumawi di Afrika Utara,
tetapi penambahan produksi emas tersebut selanjutnya memungkinkan pertumbuhan
dan meningkatkan kemakmuran Negara-negara Afrika Utara, sehingga terjadi lalu
lintas kalifah-kalifah melintasi Sahara hingga mencapai kota-kota yang ada di
Mesir dan ke tempat-tempat lain yang ada di bagian timur. Masa kejayaan
orang-orang Muslim pada periode ini telah diakui secara luas, uang-uang dinar
dari jaman Islam telah ditemukan pada situs-situs arkeologis mulai dari
daerah-daerah di Zanzibar hingga ke daerah bagian utara Rusia. Uang logam
orang-orang muslim lainnya (seperti uang dirham yang terbuat dari perak) telah
berhasil ditemukan dari timbunan-timbunan dan tempat penyimpanan uang logam
yang berasal dari abad pertengahan di seluruh bagian barat Eropa.
Seperti
perabadan jaman Yunani dan Romawi, perekonomian jamam Islam tidak hanya
berjalan dengan nilai tukar yang stabil tetapi juga digerakan dengan
menggunakan tenaga-tenaga budak. Perbudakan domestik dan industri ternyata
telah menjadi lazim, tetapi bila dibandingkan tidak sampai sekasar perbudakan
orang-orang hitam di Amerika pada abad ke sembilan belas. Manumission sering dilakukan, yang biasa dilakukan
oleh orang-orang saleh, dan banyak para budak secara perlahan menjadi anggota
keluarga Muslim. Bahkan walaupun demikian beribu-ribu orang Afrika telah
meninggal pada rute-rute yang gersang di Sahara, sama seperti beribu-ribu budak
berasal dari Eropah Timur dan Rusia yang dipaksa melilntasi rute perjalanan
menuju Baghdad atau Kairo. Tawanan-tawanan orang Asia Tengah, Turki, Jerman,
bahkan Perancis atau Inggris juga dilibatkan dalam perdagangan ini. Sering
budak-budak ini dijual kepada rahib-rahib orang Kristen (di Nubia atau Mesir)
atau pedagang-pedagang orang Yahudi (di daerah bagian selatan Perancis dan di
tempat lain) yang mengakibatkan bertambahnya korban diantara orang-orang yang
malang ini dengan jalan menukarkan banyak budak laki-laki dengan sida-sida
(suatu praktek yang dilarang menurut hukum Islam), yang dijunjung tinggi di
pengadilan dan rumah tangga orang timur. Walaupun hal itu sedikit demi sedikit
telah diabaikan, tetapi perdagangan budak dari Afrika ke negara-negara Islam
masih terus berlangsung hingga menjelang abad ke dua puluh. Untuk dapat membawa
pulang budak-budak dan emas, dan kemungkinan gading, maka kota-kota seperti Tahert
dan Sijil-masa,
Fez dan Marrakech, Tunis
dan Kairouan
mengirimkan ke daerah sebelah selatan mellintasi Sahara onta-onta dengan muatan
bahan tekstil, batang dan balok logam, senjata-senjata yang terbuat dari baja,
pisau-pisau, keramik dan jenis barang manufaktur lainnya yang berasal dari
negara-negara Muslim, dan kadang-kadang yang berasal dari Eropa. Batu garam
dalam bentuk batangan merupakan jenis tambahan ekspor dari kota-kota yang ada
di daerah bagian utara dan tengah gurun pasir Sahara. Dengan demikian sebagai
tambahan terhadap perdagangan dan pertanian setempat, maka perdagangan jarak
jauh yang berasal dari daerah bagian barat Sudan menjadi tumpuan utama
perekonomian dari banyak Negara-negara Afrika Utara yang berdekatan, pada masa
abad pertengahan perdagangan di daerah ini biasanya jauh lebih berarti daripada
perdagangan Afrika Utara ke Iberian Peninsula atau daerah-daerah
lain di Eropa.
Pada
masa kejayaan Almoravids dari Maroko (tahun 1065-1145 sesudah masehi),
jaringan-jaringan perdagangan ini ke Afrika Barat terus berkembang. Pada masa
penerusnya, yaitu pada masa Almohads (tahun 1125 – 1260 sesudah masehi), daerah
bagian barat Maghrib menginginkan suatu masa kejayaan yang lebih cerah,
kesatuan politik, penciptaan karya-karya arsitektur yang terwujud pada
tempat-tempat penting dan masjid-masjid yangn didirikan. Pada tahun 1300, fokus
utama tentang politik dan perdagangan di Afrika Utara dialihkan ke daerah
bagian timur, ke Tunisia dimana dinasti Hafsid melanjutkan kekuasaannya hingga
abad ke enam belas. Pertama di Algier, kemudian di Tripoli
dan Tunis
dimana para keturunan Hafsid dan penguasa-penguasa
setempat lainnya degantikan oleh Ottoman Turks, yang didesak oleh
konflik mereka sebelumnya dengan Spanyol yang ingin melakukan ekspansi kearah
barat sepanjang daerah bagian barat pantai Maghrib. Lebih ke barat lagi, di
Maroko, dua dinasti secara berturut-turut menjadi penguasa pada abad ke enam
belas dan abad ke tujuh belas, dan membentuk negara yang dinamakan Sharifian.
Kebangkitan negara tersebut telah didasari faktor-faktor politik yang baru,
bersamaan dengan invasi yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugal, yang mendesak
reaksi dan kebangkitan kembali kelompok-kelompok perlawanan orang Maroko.
Pada
permulaan abad ke tujuh belas, Islam di Afrika Utara telah berdiri secara mapan
selama beberapa abad, dimana dari seluruh jumlah populasi ternyata adalah
kelompok Muslim lebih dari 90%, kecuali suku-suku Taureg yang masih nomaden
di daerah gurun pasir, yang tinggal di daerah bagian selatan Maghrib. Di
Maghrib sendiri pada bagian sebelah timur (Libya, Alegria dan Tunisia) berada
di bawah kekuasaan orangn-orang Ottoman Turk, yang pada beberapa
tempat berlangsung kira-kira hampir tiga ratus tahun. Setelah masa penguasaan
orang-orang Turki kemudian diikuti oleh pemerintahan kolonial Perancis, yakni
di Alegria mulai pada tahun 1830-an, di Tunisia tahun 1881 dan di Maroko pada
tahun 1912. Di bawah penjajahan kolonial orang-orang Eropa, Islam ditekan
habis-habisan khususnya di Libya dimana invasi orang-orang Italia pada tahun
1911 mendirikan suatu negara kolonial yang dipaksakan. Islam di Maroko ternyata
merupakan yang paling sedikit terpengaruh. Di daerah-daerah lainnya di wilayah
Maghrib, kebudayaan orang-orang Perancis dan Italia telah dipaksakan terhadap
masyarakat melalui sistem pendidikan kolonial. Setiap jenis pendidikan yang
diselenggarakan dikendalikan secara ketat oleh kekuasaan orang Eropah dan hanya
diperbolehkan menggunakan bahasa penjajah. Namun terlepas dari masa-masa
pendudukan orang Eropa, negara-negara di Afrika Utara pada masa penjajahan
terus mempertahankan kebudayaan dan bahasanya dan merupakan negara yang paling
tertindas, hal ini menyebabkan bagian Afrika lainnya merupakan negara yang
paling banyak menyerap pengaruh Islam.
BAB III
Islam di Afrika
Barat
Adalah
sangat logis untuk mengikuti pembahasan mengenai pembahasan Islam di Afrika
Utara, sebagai induk, untuk membahas Islam di Afrika Barat sebagai anaknya.
Harus diakui pengaruh yang kecil dari Mesir dan daerah-daerah lain, Islam di
Afrika barat mempunyai kaitan kekeluargaan yang sangat erat dengan para nenek
moyangnya di daerah Maghrib. Pada saat daerah-daerah pantai Afrika Utara telah
dimasuki oleh orang-orang Arab, yang menjadikan masyarakat Barbar menjadi
Muslim, yang juga telah melakukan kegiatan perdagangan melintasi Sahara selama
berabad-abad (kemungkinan kira-kira sejak abad ketiga sesudah masehi pada saat
unta telah diperkenalkan ke Afrika Utara) dan mulai memperkenalkan Agama dan
kebudayaan baru ke arah selatan. Dimana dalam hal ini nomadisme dan perdagangan
telah menjadi unsur penting. Lalu lintasnya bergerak dari Afrika Utara melalui
rute-rute yang telah dikenal, yang dirintis dan dipelihara bahkan dimonopoli
oleh orang-orang Barbar dan keluarganya, orang-oranng Taureg Sahara.
Iring-iringan kereta pengangkut ini akan berhenti setelah menempuh jarak-jarak
tertentu di kota-kota yang memiliki persediaan makanan dan sumur-sumur, dan
sekaligus membawa produk-produk yang berasal dari Afrika Utara dan Muslim dari
Timur ke Afrika Barat. Setelah tahun 1300, budak-budak dan gading, seperti
halnya juga emas dan buah-buah kola yang diangkut pada arah sebaliknya.
Pada
saat ruang lingkup perdagangan mulai melebar, demikian juga terjadi peralihan
ke Islam atau paling tidak penyediaan akomodasi untuk menyelenggarakan
kebiasaan praktek orang Islam. Pemakaian bahasa dan tulisan Arab dalam
masyarakat Arab menjadi lebih dikenal. Kemungkinan pada tahun 1400 atau
sesudahnya, bahasa-bahasa tertentu orang Afrika telah ditulis dengan
menggunakan abjad Arab, setelah mengalami sedikit modifikasi. Islam juga
diterima di daerah-daerah yang ada di Sahara dan lintas Sahara karena ide-ide
pengobatan dan teori-teorinya, dan melalui ilmu-ilmu metefisika untuk
pengobatan ala orang Islam. Karena tidak adanya pelayanan pengobatan yang
ter-organisasi, setiap teknik-teknik baru yang muncul telah dimanfaatkan dan
dapat dipelajari oleh masyarakat non Muslim setempat. Apakah masuknya pengaruh
Islam cukup mengakar atau tidak, seperti dalam kasus pengobatan dan metefisika
atau sebagai suatu “imperialism” budaya di
Afrika Barat adalah tidak pasti. Sekalipun demikian dapat dibuktikan bahwa
spectrum/sendi kepercayaan Islam dan praktek-prakteknya telah ada di Afrika
Barat mulai dari jaman dulu yang diterima secara penuh atau ortodoks pada satu
sisi dan melalui akomodasi superfisial serta integrasi pada sisi lain. Diversitas
ini menjadi suatu isu politik di tempat-tempat tertentu pada abad ke enam belas
dan kembali lagi pada pertengahan abad ke Sembilan belas.
Sebagaimana
disebutkan pada bab terdahulu, beberapa negara besar yang terpenting seperti Ghana,
Mali,
dan Songhai
yang dibangun di daerah bagian barat Sudan, khususnya sebagai akibat dari
adanya perdagangan emas dan budak. Kebanyakan unit-unit politik ini semakin
mempercepat proses Islamisasi sejalan pertambahan waktu. Mali yang mulai muncul
pada tahun 1250 sangat tertarik terhadap ajaran Islam dan banyak pemimpin orang
Mali melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Dalam perjalanan, mereka lewat melalui
Kairo, dimana suplai emas mereka yang berlebihan telah menakjubkan dan
menyenangkan penduduk Mesir pada maasa itu. Sebaliknya Mali telah dikuasai oleh
Songhai
kira-kira tahun 1450, yaitu suatu negara yang telah mempelajari cara
menggunakan kekuasaan, dimana sekitar tahun 1490 terjadi agresi yang tidak
sempurna, yang dimotori oleh seorang pemimpin bernama Sonni Ali. Songhai,
dibawah pimpinan Upper Niger, banyak terlibat dalam percaturan politik dan
phase-phase ekspansi mulai dari tahun 1510 hingga tahun 1530. Ibu kotanya, Timbuktu
telah diambil alih oleh orang-orang Maroko pada tahun 1590 – 1591. Pada
permulaan abad ke tujuh belas, Songhai juga telah hilang dari percaturan.
Di
daerah-daerah Senegal dan Gambia, Mali memiliki sejumlah negara-negara
pengganti. Bahkan sebelum jatuhnya Mali, para pedagang Malinke (Manding) juga telah banyak
melakukan kegiatan pada sebagian besar Afrika Barat. Dyula (pedagang/saudagar dalam bahasa Mandle)
ini telah memperdagangkan barang-barangnya kemana-mana karena barang-barang
mereka banyak disukai dimana-mana, bahkan juga pada saat terjadi peperangan
lokal. Sebagian tetapi bahkan seluruhnya mereka, trelah menjadi pemeluk Islam
pada abad ke lima belas hingga ke enam belas. Diantaranya, Muslim Wangara
dari daerah sungai Senegal kemungkinan adalah merupakan kelompok Muslim yang
paling dikenal. Mereka memiliki andil ysng besar dalam penyebaran Islam pada
daerah-daerah yang saat ini dikenal sebagai Guinea, Siera
Leone dan daerah bagian utara Nigeria, Pantai Gading, Toga,
Benin (Dahomey) dan Ghana modern.
Pusat
kebudayaan Islam lainnya dimana terdapat beberapa institusi/lembaga Muslim dan
suatu tempat kegiatan politik masyarakat Islam, yaitu Kanem-Bornu suatu daerah
dekat danau Chad. Selama berabad-abad negara tersebut mensponsori
kelangsungan perdagangan budak ke Lybia melalui Fezzan, suatu rute yang
kadang-kadang digunakan untuk mengangkut produk-produk lain, termasuk
diantaranya emas. Kanem tunduk pada penguasa dari Tunis dan pada suatu saat telah
mengklaim daerah bagian selatan Fezzan. Setelah menjelang kira-kira tahun 1475,
Bornu,
berada dibawah kekuasaan sejumlah raja-raja yang kuat, yang disebut Mais,
yang mendesak Kanem. Bornu melakukan ekspansi ke bagian selatan dan timur danau
Chad dengan melakukan penyerbuan ke daerah-daerah tetangganya dan selama abad
ke enam belas telah berhasil menjalin hubungan yang erat dengan
penguasa-penguasa asing seperti Ottoman Turkey dan Sharifian Maroko. Hal
ini menyebabkan Bornu menjadi suatu negara yang merdeka pada akhir abad ke
Sembilan belas, yaitu pada saat daerah tersebut digabungkan oleh Inggris ke
koloninya di Nigeria.
Antara Bornu
dan pantai Afrika Barat berdiri sejumlah negara-negara, atau negara-negara
berupa kota yang termasyhur hingga menjelang pergantian abad ke enam belas.
Dimana yang termasuk dalam kelompok ini adalah negara-negara seperti Kebbi,
Kano, Katsina dan Fouta Toro. Kira-kira tahun 1750 dengan
masuknya banyak kelompok-kelompok nomaden Muslim Fulani dari Senegal dan
pantai Guinea di daerah padang rumput yang berada di bagian utara Nigeria, yang
juga ditambah oleh masyarakat Hausas yang masih belum menerima
Islam secara penuh (semi Islam), maka jumlah relatif kaum Muslim dalam
masyarakat menjadi bertambah banyak dari yang sebelumnya. Sinkritisme dan
penyesuaian agama kembali menjadi masalah politis yang vital. Akibatnya adalah
terjadinya jihad Fulani (yang sering diterjemahkan sebagai perang suci)
yang menyebabkan kelompok Muslim nomaden menjadi berkuasa dibawah pimpinan Usuman
dan Fodio
pada tahun 1804. Revolusi Fulani ini telah banyak ditiru oleh pemimpin-pemimpin
Muslim setempat hingga ke daerah-daerah yang terletak sekitar radius beberapa ratus
mil, yang semakin mempercepat penyebaran Islam ke seluruh Afrika Barat hingga
abad ke Sembilan belas.
Pada
masa pemerintahan kolonial Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol dan Portugal di
Afrika Barat, pada umumnya mereka mengembangkan harta miliknya mulai dari-pusat
perdagangan di daerah pantai hingga pada perusahaan-perusahaan raksasa. Hal-hal
tertentu dari kekuasaan ini, misalnya Perancis dan Portugis memperlihatkan
berbagai ketidak-sukaan mereka dan menakut-nakuti orang Islam dan Muslim. Yang
lainnya seperti Inggris dan Jerman, walaupun mereka bersikap netral, ternyata
mengagumi Muslim dan kebudayaannya pada setuiap pribadi, namun untuk alasan
politis memutuskan agar sesedikit mungkin bekerja sama dengan mereka. Sehingga
pada masa kolonial di Afrika Barat bukan berarti bahwa pada masa itu Islam
terhenti perkembangannya atau kehilangan pengaruh. Perluasannya akan
memperlihatkan bahwa masalahmya adalah terjadinya peralihan, bahkan menyebabkan
secara politis Islam menjadi terlantar. Sehingga Negara-negara Afrika Barat
yang kontemporer seperti Guinea, Nigeria, Kamerun, Togo, Benin, Ghana dan Pantai
Gading memiliki penduduk Muslim yang besar. Sebagian dari masyarakat ini
diorganisasi sebagai kelompok-kelompok politik sementara yang lain tidak,
bahkan walaupun pada akhirnya melanjutkan untuk mempertimbangkan pengaruh agama
dan menyukai otonomi kebudayaan.
BAB IV
Islam di Bagian
Timur Sudan
Islam
memasuki wilayah timur Sudan melalui dua arah : di utara, dari Mesir dan
menyusuri daerah sungai Nil serta dari arah timur melalui laut merah dari Arab.
Setelah beberapa abad setelah Islam untuk pertama sekali memasuki Mesir,
kira-kira tahun 643 setelah masehi, tetapi tidak membuat kemajuan apa-apa ke
daerah selatan, karena rute tersebut telah dikuasai oleh sejumlah
kerajaan-kerajaan Nubia yang menganuut agama Kristen. Mereka menghalangi
tentara-tentara Arab dan pengganggu-pengganggu lainnya, seperti orang Arab
“pemburu emas” pada abad ke Sembilan ke bukit-bukit yang ada di sekitar laut
merah, hingga abad ke empat belas. Pada masa itu, para kelompok nomaden Arab
menerobos halangan orang-orang Nubia dan membuat suatu terobosan. Ini adalah
merupakan suatu pergerakan yang lamban, yaitu melalui percampuran dan
percampuran ulang unsur-unsur yang masih bersifat nomaden dengan petani-petani
yang berdiam secara menetap, yaitu proses Arabisasi yang maju secara
perlahan-lahan menuju ke hulu sungai Nil. Pada saat jatuhnya kota Alwa,
dekat Khartoum kira-kira tahun 1500, Islam mulai menyebar secara luas
ke daerah yang sekarang dikenal sebagai Republik Sudan, yang dibantu oleh
para guru-guru dan misionaris yang datang dari Irak dan berbagai daerah di
Arab. Seperti yang terjadi di beberapa daerah yang terdapat di Congo
dan Afrika Timur pada abad ke sembilan belas, banyak dari antara guru-guru yang
dengan sendirinya merupakan Muslim penganut ilmu kebatinan (sufis) yang menjadi
pengikut organisasi-organisasi aliran kebatinan Islam tertentu (tariqas,
seperti Qadiriyah dan Shadhiliyah). Kemajuan Islam dengan
bantuan orang-orang seperti itu terjadi selama beberapa abad, tetapi pada tahun
1900 sebagian besar masyarakat yang tinggal di bagian wilayah Timur Sudan telah
menjadi Muslim.
Setelah Ottoman
Turkish menaklukan Mesir pada tahun 1517, Sultan Selim I mencoba
menaklukan pengadilan yang sangat ketat atas daerah lembah di hulu sungai Nil.
Untuk daerah perbatasan yang terletak antara Sudan dan Mesir dia mengirimkan
pasukan tentara Turki Balkan, yang kemudian mendiami dan menikah dengan
masyarakat setempat. Tidak lama setelah itu, suatu negara baru yang dihuni
orang-orang muslim Sudan segera berdiri di daerah ini, yaitu kerajaan Senar.
Walaupun kerajaan tersebut telah dikalahkan oleh pasukan Balkan dan bergerak
kearah selatan, tetapi kerajaan tersebut tetap bertahan hingga permulaan abad
ke sembilanbelas. Sebagaimana di negara-negara yang dihuni oleh orang-orang
Sudan lainnya yang ada sebelumnya, maka masyarakat Sennar juga menerima
dengan baik para pendatang dan guru-guru Muslim. Dalam kondisi yang
menguntungkan seperti itu maka Islam menyebar kearah barat yakni ke
daerah-daerah antara sungai Nil dan Danau Chad, ke
kerajaaan-kerajaaan seperti Darfur dan Wadai, dan juga ke bagian
hulu dan hilir sungai Nil yang dapat dilayari, yaitu ke bagian-bagian Nil Putih
dan Nil Biru.
Selama
abad ke sembilan belas, episode terutama sejarah orang-orang Sudan lebih banyak
berbicara mengenai invasi orang-orang Mesir, yang digerakan oleh Muhammad
Ali Pasha pada tahun 1820, yang memerintah Mesir saat itu, dan
kemudian dilanjutkan pendudukan orang-orang Anglo-Mesir. Secara
bersamaan perampasan budak-budak dan gading berkembang hingga dimensi-dimensi
yang lebih besar. Pada saat perbudakan dan perusakan telah menjadi suatu hal
yang umum, kira-kira tahun 1880, maka dislokasi sosial ekonomi Sudan telah
terjadi hampir seluruhnya. Masyarakat yang mencari perubahan politik dan sosial
yang radikal, yang mendambakan kejayaan selama-lamanya, yaitu “Mahdi‟
orang-orang Sudan (Mesiah). Pergerakan yang terkenal ini (1881 – 1898) secara
perlahan-lahan telah berhasil mengusir orang-orang Inggris dan Mesir dari
daerah ini tetapi hanya sedikit mengurangi kemiskinan orang-orang nomadaen,
petani dan penduduk urban. Kekuasaan kolonial berkuasa lagi dan mendirikan
suatu rejim baru, yang berakhir pada pertengahan tahun 1950. Masa ini memperlihatkan
pertumbuhan rasa nasionalsme dan ajaran-ajaran Agama yang agung
(organisasi-organisasi sufi seperti Mirghaniyah) dan juga terjadinya
kebangkitan Mahdiyah, yaitu suatu ikatan persaudaraan yang seasal dengan
Mahdi, yaitu organisasi aliran kebatinan yang telah dimodifikasi dengan
sebagian kecil kepentingan-kepentingan politik. Setelah kemerdekaan masyarakat
Sudan pada tahun 1953, maka sebagian dari ordo-ordo sufi ini berkembang menjadi
cikal bakal partai-partai politik.
BAB V
Islam di Afrika
Timur
Islam di
Afrika Timur dibangun dengan menggunakan landasan-landasan yang sama. Dimana
landasan-landasan tersebut dibangun oleh orang-orang Arab pra-Islam yang datang
dari Arabia Selatan dan daerah teluk Persia yang telah melakukan perdagangan
budak dan gading dengan menyusuri sepanjang pantai Afrika Timur selama
berabad-abad. Pelaut-pelaut ini mengetahui bila angin musim akan datang, dimana
pada daerah bagian selatan akan bertiup pada bulan November hingga Maret dan
sebelah utara akan bertiup dari bulan April hingga Agustus, dimana hal ini akan
membantu pelayaran mereka. Yunani dan India juga telah terlibat dalam
perdagangan pantai ini. Mereka bersaing dengan orang-orang Arab untuk menemukan
pelabuhan dan pulau-pulau, basis-basis lepas pantai yang memiliki persediaan
air yang baik dimana mereka dapat melakukan perdagangan dengan orang-orang
Afrika setempat atau sekaligus memperbaiki perahu-perahu mereka untuk pelayaran
kembali ke arah utara. Kadang kala saudagar-saudagar dari pantai Malabar
(India Barat) memanfaatkan datangnya angin musim untuk berlayar ke
Arabia dan kemudian ke Afrika Timur. Selanjutnya lalu lintas pengangkutan kapal
ini digunakan untuk barang-barang, perorangan dan ide-ide yang diperoleh lebih
permanen, akhirnya menjadi penghuni tetap tempat-tempat perdagangan dan
pelabuhan-pelabuhan penting. Tempat-tempat seperti itu saat sekarang kebanyakan
hanya ditemukan dalam bentuk-bentuk situs arkeologi, yang dapat ditemukan
sepanjang pantai laut merah dan sekeliling semenanjung Afrika, dan di pantai-pantai
Afrika Timur yaitu sepanjang pantai selatan hingga tengah atau bahkan mencapai
daerah bagian selatan Mozambique.
Pada
abad ke tujuh, pengungsi-pengungsi, pelarian Muslim dari Mekah, telah diterima
dengan baik oleh pera pemimpin di Etiopia. Kelompok ini kemudian kembali ke
Arab Selatan beberapa tahun kemudian. Muslim lainnya memilih untuk tetap
tinggal di daerah-daerah Sudan dan Eritrea dan di daerah
pantai Somalia. Dalam keadaan seperti ini maka perbudakan menjadi
unsur yang sangat penting, dimana para pembeli budak untuk dijual kembali di
Arab telah berlangsung selama berabad-abad. Dari Arab budak-budak tersebut ada
yang dibawa ke Syria atau ke pedalaman teluk Persia, sekitar tahun 800 ada
sekelompok budak bekerja pada tempat-tempat pembuatan garam dan kebun-kebun
tebu yang ada di delta sungai Tigris dan Eufrat. Sekitar tahun 860 mereka
memberontak melawan para tuan-tuannya, yang menjadi suatu peristiwa penting
dalam hubungan Afrika-Arab. Perkataan “Zanj” atau “Zinj” (yang secara
etimologis berhubungan dengan Zanzibar), biasanya digunakan untuk
para budak ini oleh penyair-penyair dan para ahli Sejarah Arab, yang menyatakan
bahwa mereka telah diambil dari orang-oranng yang berada di pantai Kenya atau
Tangnyika untuk dikapalkan/dikirim ke Negara-negara yang berpenduduk Muslim.
Pengambilan budak yang berasal dari daerah pantai nampaknya berkaitan dengan
kemajuan pendudukan Muslim di bagian selatan, yaitu kepulauan Lamu,
pulau-pulau Pemba dan Zanzibar, pelabuhan seperti Mombasa
dan Kilwa,
pulau Comoro dan Mafia, dimana semuanya ini tentunya
memperlihatkan para pelayar dan penduduk Muslim pada tahun 950.
Pada
saat ini dan sebelumnya, Islam telah bergerak kea rah barat, yaitu dari
pantai-pantai Laut Merah hingga mencapai ke daerah pegunungan di Etiopia dan mendirikan
sejumlah Negara-negara kecil dan kota-kota perdagangan. Pada akhirnya
Negara-negara ini diserbu oleh ekspansi negara kesatuan Etiopia pada abad ke
tiga-belas dan pada akhir abad ke empat-belas para masyarakat Muslim mulai
berdatangan ke bagian daerah yang datar/lembah yaitu dari daerah mereka masuk.
Episode terakhir kegiatan Muslim di Etiopia terjadi pada pertengahan abad ke
enam-belas, yaitu pada saat daerah pegunungan telah berhasil ditaklukan.
Setelah
tahun 1000 para penduduk yang berdiam di daerah pantai yang telah memeluk
ajaran Islam yaitu yang ada di pantai Kenya, Tanganyika dan bagian
sebelah utara Mozambique semakin bertambah jumlahnya dan juga kegiatan
perekonomiannya. Selama empat ratus tahun berikutnya mereka melakukan
perdagangan di daerah pesisir dengan membangun jaringan perdagangan dari satu
kota negara ke tempat-tempat yang lain. Berapa atau bagaimana mereka telah
memasuki perdagangan gading atau produk-produk lain tidak diketahui secara
pasti. Dimana pada saat iini juga terjadi pertukaran kulit binatang, yang
berupa kulit-kulit burung dan binatang buas yang langka, kulit dari
musang-musang air dan biji-biji serta batuan Kristal yang berharga. Sekitar
permulaan abad ke tiga-belas, Kilwa, yang terletak di bagian pantai sebelah selatan
Tanganyika, pengendalian perdagangan emas yang diperlukan berasal dari
tambang-tambang yang ada antara Zambezi dan Limpopo, yaitu
pertambangan yang selanjutnya dikuasai oleh Nonomotapa. Dimana emas
tersebut kemudian dikirimkan ke arah utara ke Laut Merah, ke Mesir atau ke
Teluk Persia dan Iran. Ekspor ini sama seperti yang lainnya, segera
mengintegrasikan pantai-pantai Afrika Timur (yang disebut Sawahi) dalam bidang
usaha dengan pasar-pasar besar orang Islam. Walaupun perdagangan emas Afrika
Timur tidak pernah tersaingi oleh Afrika Barat dalam hal nilai dan volumenya,
namun perdagangan emas Afrika Barat memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian
masyarakat Muslim yang ada di Timur Tengah dan daerah lautan Hindia. Dengan
mengikuti permintaan dan harga, maka produk-produk Afrika Timur lainnya sama
halnya seperti emas, mulai bergerak kea rah hulu ke Laut Merah atau sepanjang
teluk Persia dan dari sana terus ke daerah-daerah bagian wilayah timur Laut
Tengah. Pada saat itu juga terdapat perdagangan tekstil yang maju pesat, yang
sebagian besar datang dari India, yang dikirimkan ke Arabia Selatan atau ke
pantai-pantai Somalia dan kemudian dibawa ke arah selatan. Afrika Timur juga
membeli banyak sekali produk-produk lux
yang datang dari China seperti: porselin, celadon dan barang-barang keramik
yang mahal lainnya. Kadang-kadang mata uang China (Koin) juga ditemukan pada
situs-situs arkeologi.
Walaupun
tampaknya Islam hanya sedikit sekali melakukan penetrasi ke daerah-daerah yang
ada di belakang pesisir pada masa ini (1000 – 1500), tetapi penetrasi tersebut
tetap memperlihatkan adanya perubahan kebudayaan yang cukup berarti, yaitu
pertumbuhan pribumi Afrika Timur yang merupakan percampuran antara orang-orang
Arab dan Bantu, dan kemungkinan yang paling jelas adalah tumbuhnya
bahasa baru, Swahili (pesisir), suatu Lingua Franca, dan dalam
perdagangan. Kemungkinan bahasa Swahili dimulai di daerah Lamu di pesisir Kenya,
kemudian menyebar ke Zanzibar, Mombasa, Pemba
dan ke daerah-daerah lainnya.
Pertumbuhan
bahasa tersebut pasti terjadi sebelum tahun 1500. Hal ini ditunjukan dalam
bentuk tulisan yang menggunakan aksara Arab yang telah dimodifikasi yaitu pada
tahun 1700, tetapi kemungkinan telah ada sebelum itu. Sejalan dengan
pertumbuhan bahasa baru tersebut, juga terlihat melalui syair-syairnya dan
kemudian melalui prosanya (pada masa/orde pertumbuhannya) merupakan suatu
kebudayaan Swahili yang mandiri dengan mendapat pengaruh yang kuat dari ajaran
Islam. Selanjutnya pertumbuhan yang baik di daerah-daerah pesisir-pesisir dan
pulau-pulau, maka kebudayaan ini juga menyebar di daerah daratan pada akhir
abad ke Sembilan belas dan hingga saat ini dapat dilihat di daerah bagian barat
Zaire,
dan saat ini bahwa Swahali menjadi bahasa resmi di Tanzania.
Sebelum
tahun 1500, para pelaut Portugis berlayar menyusuri pantai pesisir Afrika
Timur, yang telah melayari Tanjung Harapan. Karena mereka memiliki awak yang
lebih berpengalaman dan dengan kapal-kapal laut yang lebih tangguh di laut,
maka mereka telah mampu mengarungi lautan Hindia atau lebih luas lagi yaitu
laut Portugis. Mereka menunjukan kemampuannya untuk menghalangi kemajuan yang
pesat dalam perdagangan Muslim di Lautan Hindia dan mengambil alih rute
perdagangan rempah-rempah. Dalam hal ini mereka menggunakan taktik-taktik yang
agresif untuk melawan orang-orang Moor
(Moro merupakan istilah yang mereka gunakan untuk menyatakan orang Muslim)
sebagai suatu kebijaksanaan negara, yang nampaknya dilandasi oleh pengalaman
pada waktu peperangan melawan kelompok Muslim di Maroko. Dengan cara-cara ini,
Portugis telah mampu untuk melakukan pengendalian pada sebagian besar dalam
perdagangan di lautan Hindia dalam jangka waktu kira-kira dua abad, salah satu
basis mereka yang terpenting adalah Mozambique. Sebelum sampai pada
tehun 1700, kapal-kapal mereka telah kuno, usaha mereka untuk selalu membuat
jaringan komunikasi yang seluas-luasnya, disebabkan kesalahan mereka dalam
membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menghadapi orang-orang Afrika, India,
Arab dan bahkan orang-orang Eropa lainnya menyebabkan Portugis kehilangan
banyak pelabuhan yang telah dikuasai sebelumnya seperti Mombasa. Setelah
kekalahan ini, mereka kembali ke pangkalan utamanya di Mozambique dan di pantai
pesisir India. Sehingga Afrika Timur, Arab Selatan, Teluk Persia dan Laut Merah
menjadi ajang aktivitas bangsa-bangsa Eropa, suatu tempat penyiapan peperanngan
dan penaklukan bidang kelautan, ini menjadi anjangsana tempat kebangkitan
kembali kekuatan masyarakat Arab. Disini yang menjadi pemimpin adalah Negara
Oman (‘Uman)
yang terletak di daerah bagian tenggara Arab, dimana para penguasanyaakan
mengembangkan kekuasaannya ke Afrika Timur.
Pada
permulaan abad ke delapan belas, Mombasa, Zanzibar, Pemba, Mafia
Island
(pulau Mafia) dan Kilwa semuanya berada di bawah penguasaan
para Gubernur Arab, yang kesemuanya mereka tunduk ke pemerintahan Oman di Arab
bagian Tenggara. Dalam masa ini bagian-bagian jaringan perdagangan lama yang
ada sebelum tahun 1500 telah diperbaharui/dirombak dan pada saat itu juga Islam
kembali mulai berkembang. Nampaknya saat itulah mulai dilakukan penetrasi ke
daerah-daerah pedalaman dari pantai pesisir yang sebelumnya belum dijangkau.
Penguasa
Oman memindahkan Ibu Kota pemerintahan dan istananya ke Zanzibar pada tahun 1840
yang selanjutnya kemudian diikuti oleh ekspansi perdagangan. Dengan dukungan
dana para saudagar kaya raya dan pemilik uang dari Bombay dan tempat-tempat
lainnya, maka para pemilik Karavan Arab mulai menjelajahi seluruh pulau untuk
mencari budak dan gading untuk dijual kembali di Timur Tengah, Zanzibar atau di
tempat-tempat lain di Afrika Timur. Perampasan buruh dan gading kemudian
berakhir setelah masuknya pemerintah kolonial Eropa pada tahun 1880 dan 1890 di
Tanganyika
dan di Congo, yang berarti menambah banyaknya kekacauan bagi masyaarakat
Afrika. Pembahasan lebih lanjut mengenai topik ini akan dibicarakan pada bab
berikutnya. Bagi Islam, hal ini telah menimbulkan akibat yang tak terduga yaitu
menyebabkan perubahan nilai-nilai sosial dan kepribadian pada banyak orang yang
ada dalam masyarakat yang mengalami gangguan tersebut untuk memeluk Agama.
Masyarakat lainnya juga telah banyak yang beralih Agama karena pengaruh para
penulis prosa dari Somalia, Zanzibar atau pulau-pulau Comoro. Para Sufis atau
guru-guru aliran kebatinan ini, yaitu merupakan figur-figur pemimpin keagamaan
ke Afrika Timur yang biasanya bekerja sama dengan para pengemuka Muslim yang
menyebarkan Agama ke seluruh Tanganyika dan ke tempat-tempat lainnya seperti
Uganda dan Kenya, Malawi, Mozambique dan daerah bagian timur Congo.
Masa
pendudukan kolonial Inggris dan Jerman di Afrika Timur telah sedikit
memperlambat penyebaran Islam. Para penguasa kcolonial umumnya melakukan hal
itu untuk mengejar perkembangannya sendiri, walaupun hal ini tidak sepenuhnya
benar, seperti yang dilakukan oleh bangsa Belgia di Congo. Pada masa setelah
kemerdekaan Negara-negara Afrika Timur , Islam tetap masih kelompok Agama dan
kebudayaan terbesar dan kemudian melanjutkan penyebaran disana, hal itu terjadi
di Malawi, Zaire dan di beberapa tempat di Mozambique.
BAB VI
Islam di Afrika
Selatan
Sebagai
bahan tambahan, kiranya adalah cukup penting untuk mengamati perkembangan Islam
di Afrika Selatan. Pada masa menjelang akhir abad ke tujuh belas, Dutch
Cape Colony berperan sebagai tempat pengumpulan kekuatan bagi para
nasionalis, para pemimpin agama atau pemberontak-pemberontak yang berasal dari
Jawa, Sumatera, dan tempat-tempat lainnya di Indonesia, yang kebanyakan dari
antara mereka adalah masyarakat Muslim. Salah satu dari pelarian politik ini
adalah Syekh Yusuf dari Makasar, yang meninggal di Cape
Town pada tahun 1699. Pusaranya terletak di Sandvliet di dekat Cape
Town, yang kemudian menjadi tempat keramat bagi masyarakat Muslim
setempat, yang sebagian besar pengikutnya adalah orang dari Indonesia.
Orang-orang Muslim dari India datang ke Afrika Selatan pada akhir abad ke sembilan-belas
dan kemudian agama mereka disebarkan ke seluruh negeri. Pada saat ini jumlah
pemeluk ajaran Islam di Afrika Selatan berjumlah beberapa ratus ribu orang.
BAB VII
Islam dan
Masyarakat Afrika : Penyebaran dan Interaksi
Apa
faktor-faktor yang mendororong penyebaran Islam di Afrika? di daerah-daerah
tertentu di Afrika Utara (Mesir, Libya, Alegria, Tunisia dan Maroko) penyebaran
Islam terjadi melalui pendudukan militer. Walaupun sebagian masyarakat Barbar
di Maghrib telah menerima Islam ortodoks (Sunni), sebagian besar
masyarakatnya memeluk berbagai aliran yang tidak ortodoks karena hal itu sesuai
dengan pandangan sosial mereka yang menganggap bahwa seluruh manusia memiliki
derajat yang sama dan menyatakan penolakan mereka terhadap penguasa pusat yang
dipegang orang Umayyad dari Damascus atau Abbasid dari Baghdad. Masih ada
contoh-contoh lainnya khususnya yang berasal dari abad ke Sembilan belas dari
Afrika Barat dimana Islam memulai penyebarannya dengan pendudukan
militer/penaklukan.
Karena
itu pada umumnya Islam telah diterima melalui penerimaan secara pribadi tanpa
adanya unsur paksaan. Hal ini merupakan suatu kesadaran setiap individu
mengenai peradaban dimana orang-orang Afrika mulai ingin mempelajari tentang
cara-cara untuk menjadi, bagian dari, dikenal dengan, bahkan bila memungkinkan
bergerak dan dianggap. Jika mereka telah memiliki kemajuan di bidang teknologi,
gaya pemerintahan, kemakmuran, berbagai jenis pendidikan atau pengajaran yang
disertai metoda-metoda penulisan dan perhitungan belum dikenal dalam masyarakat
mereka sendiri, dimana hal-hal tersebut dapat memberikan kekutan yang besar
kepada mereka. Dalam hal ini tekanan-tekanan para teman sebaya mungkin menjadi
konklusif atau bahkan menjadi suatu yang menimbulkan rasa superioritas atau
sifat yang ekslusif yang berasal dari perasaan karena dia telah menjadi suatu
komunitas khusus yang berbeda dari asalnya semula. Penerimaan yang mudah,
kesederhanaan doktrin-doktrin dan tata ibadah, dan yang lebih penting,
penekanan pada kesamaan dan penolakan terhadap sifat kesukuan (rasisme) adalah
merupakan hal-hal yang sangat menarik. Pada masa kolonial, Islam sering sekali
berhasil menarik para pengikut karena Islam ditunjukan dan disebarkan melalui
usaha-ussaha para pengikut-pengikut orang Afrika yang baru masuk Islam, bukan
dengan perantaraan para kulit putih atau orang asing lainnya seperti yang
dilakukan orang Kristen.
Islam
juga berhasil menjangkau orang-orang Afrika melalui pergerakan-pergerakan
masyarakat, bahkan dengan memanfaatkan memanfaatkan orang-orang nomaden untuk
masyarakat yang sebelumnya belum pernah melakukan kontak dengan masyarakat
Muslim. Pergerakan masyarakat Afrika Timur menuju daerah-daerah pesisir,
menyebabkan terjadinya kontak dengan para pedagang Muslim, ini adalah suatu
contoh. Di daerah Maghrib, sifat nomaden yang dilakukan orang-orang Arab telah
mempengaruhi orang-orang Barbar yang telah tinggal menetap, para petani dan
yang masih semi nomaden yang telah menerima Islam.
Faktor
lainnya yang sering menyebabkan proses balik agama adalah perdagangan. Muhammad
mengatakan “Saudagar adalah kesayangan Tuhan”. Kebudayaan dan etika Islam cocok
dengan perdagangan, yang mencerminkan fakta bahwa dahulu Islam adalah merupakan
agama dari kelompok-kelompok orang Arab yang bepergian untuk berdagang.
Sehingga perdagangan jarak jauh atau perdagangan melalui pelabuhan-pelabuhan
atau perdagangan menyeberangi/ melintasi Sahara pasti telah menyebabkan banyak
orang Afrika menjadi berhubungan dengan orang-orang Islam baik secara permanen
maupun temporer. Hal ini juga sekaligus menyatakan bahwa dalam Islam tidak
dikenal adanya misionaris, dimana bahwa setiap Muslim dapat dan harus menjadi
misionaris. Dengan demikian setiap saudagar maupun pedagang dalam waktu-waktu
lowongnya dapat menjadi penyebar agama, dan banyak diantara mereka yang telah
melakukan hal itu. Tetapi pada saat itu juga telah dikenal penyebar agama yang
profesional. Sebagai contoh, diantara mereka seperti guru-guru aliran
kebatinan, para pemimpin sufi yang memiliki bakat dan kemandirian spiritual
telah mempengaruhi orang-orang Afrika dan menyebabkan mereka mau menerima
pengajaran-pengajaran, nilai-nilai dan sikap-sikap mereka. Secara khusus mereka
telah bekerja secara efektif di Afrika Barat dan Afrika Timur pada abad ke
Sembilan belas.
Sarjana/ahli-ahli
tertentu telah menerangkan Islam Afrika sebagai suatu “budaya imperial”, suatu
agama yang pertama diterima oleh para pemimpin dan penguasanya, atau oleh suatu
kelompok elit dan kemudian disebarkan kepada seluruh masyarakat. Dalam beberapa
kasus hal ini memang demikian tetapi di pihak lain tidak diperoleh bukti bahwa
Islam melakukan peralihan agama pada lapisan sosial tingkat bawah dan kemudian
Muslim yakin bahwa penyebaran tidak mungkin dilakukan sebelum mereka berhasil
mempengaruhi pemimpinnya. Di beberapa tempat, aliran kebatinan, keluwesan dan
tatakrama mungkin telah mempercepat penerimaan ajaran-ajaran Islam. Aliran
kebatinan digunakan untuk mempengaruhi kejadian sehari-hari dengan bantuan
kekuatan supranatural, mungkin juga telah dipadukan dengan ide-ide kedokteran
dan praktek-prakteknya serta dengan demikian menjadi menarik kepada masyarakat
non-Muslim yang ingin menambah kemampuan kebatinan mereka dan juga
teknik-teknik pengobatan mereka. Melalui cara-cara ini setiap perorangan atau
masyarakat yang telah tersentuh mungkin akan dapat menerima ajaran Islam dengan
lebih mudah.
Orang-orang
Muslim yang memiliki keahlian khusus, seperti keahlian tulis menulis, ternyata
memberikan manfaat yang besar dan mungkin telah menyebabkan sebagian masyarakat
non-Muslim menjadi berbalik agama. Banyak guru-guru Islam yang bekerja sebagai
sekretaris, negosiator atau sebagai pemberi servis part-time dalam
situasi-situasi dimana para pemimpin Afrika berhadapan dengan para orang asing,
atau mereka memiliki posisi yang berpengaruh dalam jajaran para pemimpin
Afrika. Kadang-kadang pemimpin yang non-Muslim akan mempekerjakan pengawal atau
pasukan Muslim yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan khusus atau untuk
melatih fungsi-fungsi penting lainnya, kadang-kadang dalam keluarga pemimpin
sendiri. Surat menyurat Muslim juga dapat memenuhi keperluan administratif dan
atau organisasi yang ternyata memiliki peranan yang lebih baik daripada keadaan
sebelum mendapat latihan seperti itu. Sebagai contoh, para pemimpin
Negara-negara Afrika seperti Buganda dan Ashanti telah mempekerjakan para
pekerja kantor orang Muslim pada abad ke Sembilan belas.
Islam
dan masyarakat Afrika dapat juga berinteraksi dalam masalah-masalah dan
prosedur hukum. Dalam hal ini kebiasaan tardisional mungkin bias saja sejalan
atau bertentangan dengan hukum Islam. Dalam keadaan seperti apapun, kedua belah
pihak perlu saling mempelajari prosedur dan perilaku hukum serta nilai yang
dianut masing-masing pihak, kemungkinan dengan perbedaan fungsi pengadilan
sepihak demi sepihak. Masalah harta milik, termasuk di dalamnya tanah dan
budak-budak serta perkawinan adalah merupakan dua bidang utama yang paling
sering menjadi interaksi hukum seperti itu.
Akhirnya,
agama, doktrin, kepercayaan dan pemikiran-pemikiran penduduk asli/pribumi
Afrika dapat dan sama-sama melakukan interaksi dengan ajaran Islam, khususnya
di Afrika Barat terdapat banyak interaksi dalam hal keyakinan/ kepercayaan,
ide-ide dan ritual-ritual. Kemungkinan kadang-kadang hal ini tidak dapat
diterima dalam pandangan para pengemuka Muslim, yang dapat memandang hal
tersbut sebagai sinkretisme atau “percampuran”. Tetapi penolakan seperti itu
memiliki arti yang kecil dalam eksistensi keseluruhan segi penyesuaian diri dan
interpretasi.
BAB VIII
Hubungan Eropa dan
Afrika sebelum Tahun 1870
Sejarah
hubungan antara Eropa dan Afrika mulai pelayaran orang-orang Portugis pada
pertengahan abad ke lima belas ke beberapa daerah di Afrika hingga menjelang
seperempat abad terakhir abad ke sembilan belas menyebabkan terjadinya berbagai
interaksi. Interpretasi tentang interaksi-interaksi tersebut telah menyebabkan
banyak perdebatan di kalangan para ahli. Pembahasan berikut ini akan menanyakan
berbagai jenis tema bahasan yang paling penting mengenai bentuk hubungan ini
dan sekalligus juga menjelaskan karakteristik kebudayaan dan masyarakat Afrika
masa lampau.
Dalam
kaitan ini ada tiga tema yang mungkin dianggap penting. Pertama, sebelum abad
ke Sembilan belas, hubungan pertukaran antara bangsa Afrika dengan
bagian-bagian dunia lain seperti halnya kompleks perdagangan Eropa, Timur
Tengah dan lautan Hindia serta Amerika, terutama ditujukan untuk :
1. Mendapatkan
komoditi-komoditi penting/berharga untuk keperluan sekelompok elit perdagangan
dan politik. Pada saat bersamaan, kontak-kontak seperti itu menyebabkan
terjadinya proses difusi berbagai pengaruh spektrum sosial dan kebudayaan,
seperti bahan makanan, wabah endemik, praktek-praktek keagamaan, alat-alat
musik dan gaya seninya.
2. Abad ke
Sembilan belas, pengaruh kebudayaan dan perdagangan orang Eropa sepanjang
keliling benua mulai dari abad ke lima belas yang menyebabkan gangguan yang
lebiih besar dan jangkauan yang lebih jauh bagi masyarakat Afrika. Kegiatan ini
semakin ditingkatkan lagi selama abad ke delapan belas dan hingga permulaan
abad ke Sembilan belas sebagai konsekuensi dari terjadinya perkembangan yang
cepat dalam perdagangan budak, yang melintasi Atlantik, Sahara dan Lautan Hindia.
3. Pada
akhir abad ke delapan belas, produksi hasil-hasil pertanian dan hutan untuk
kepentingan eksport telah mulai, sementara perdagangan budak di dalam dan
keluar benua terus berlangsung dan bahkan semakin meningkat. Semua hal-hal ini
mengakibatkan perubahan yang lebih jauh termasuk dalam hal keterikatan
orang-orang Afrika dan ketergantungannya atas pasar yang terdapat diluar
Afrika. Ketimpangan peraturan kolonial semakin mempercepat perkembangan dan
pelayanan ini untuk mengendalikan dan menyadarkan mereka tentang manfaat
kehadiran orang-orang Eropa.
BAB IX
Jaringan
Perdagangan Afrika Sebelum Abad Ke Lima Belas
Perdagangan
merupakan perangsang utama terjadinya interaksi antar kelompok masyarakat
Afrika dan merupakan pendorong utama pendirian negara-negara disana. Seperti
ditegaskan sebelumnya, sejak lama sebelum para orang Portugis melakukan
perjalanan mengelilingi pesisir selatan Afrika untuk mulai mengadakan kontak,
telah banyak kelompok-kelompok masyarakat Afrika selama berabad-abad sudah
terlibat dalam proses pertukaran kebudayaan dan perdagangan dengan bagian dunia
lainnya. Mereka dihubungkan oleh rute-rute yang telah lama dibuat dan
menghubungkan pasar, sumber bahan baku serta pusat-pusat politik/pemerintahan
dan keagamaan. Para pedagang, tukang, utusan antar negara dan para peziarah
merupakan orang-orang yang paling sering menggunakan rute-rute ini.
Sistem
perdagangan yang paling pesat perkembangannya terdapat di Afrika Barat. Disini
terdapat jaringan angkutan air dan caravan, khususnya yan dikembangkan oleh
kelompok masyarakat yang berbicara dalam bahasa Mande dan Hausa,
yang membawa/melakukan pertukaran produk/produk yang berasal dari daerah-daerah
padang Savana, hutan serta pesisir Sahel. Pertukaran ini
dilakukan dengan daerah yang ada di sekitarnya dan meliputi berbagai jenis
produk termasuk diantaranya pakaian, besi dan perabot/perkakas besi, para
tawanan, barang-barang kulit, garam, ternak, periuk, keranjang, beras, millet
(sejenis gandum), kola nut, ikan kering dan berbagai jenis bahan makanan,
rempah-rempah serta obat-obatan. Komoditi-komoditi ini juga dibawa bersama-sama
dengan produk mewah Afrika seperti emas, manik-manik dan pakaian kebesaran
serta barang-barang berharga lainnya yang diperjual-belikan dengan melintasi
Sahara yang diangkut melalui rute-rute perdagangan yang telah dikembangkan.
Sehingga,
jauh sebelum kedatangan orang-orang Eropa, masyarakat Afrika barat telah
dihubungkan oleh pola-pola perdagangan yang ekstensif dan bertumbuh/berkembang
yang menghubungkan daerah-daerah yang ada di atlantik dengan yang ada di danau
Chad dan dari teluk Guinea dengan yang ada di Sahara. Jaringan-jaringan
perdagangan ini menjadi pendukung kelangsungan lembaga-lembaga sosial dan
pemerintahan yang memberi jaminan atas keamanan para yang berpergian dan
pedagang. Seorang pendeta Perancis yang telah mengunjunngi Senegal pada tahun
1686 menjelaskan tentang apa yang telah ia pelajari selama mengadakan
perjalanan ke Afrika Barat. Dia tidak menyadari apa yang dia kemukakan
semata-mata hanya merupakan pengulangan apa yang telah dilaporkan/dicatat oleh
orang-oarang Muslim dari Afrika Utara beberapa abad sebelumnya.
Sejumlah
orang-orang Senegal pergi ke Meka untuk mengunjungi pusara Muhammad. Walaupun
mereka harus berjalan sejauh seribu seratus atau seribu dua ratus league (1
league = 4800 atau 5564 meter) dari tempat tinggalnya, mereka bepergian
dengan berjalan kaki dan harus melintasi padang pasir sehingga dapat
dibayangkan mereka sering harus menahan rasa lapar dan haus, hal ini hanya
dapat mereka atasi bila mereka telah melakukan berbagai persiapan jika ingin
berangkat. Yang mendorong mereka untuk melakukkan ini adalah keyakinan mereka
untuk menerima secara ikhlas orang-orang yang sedang melakukan perjalanan, baik
yang ingin berkunjung maupun yang melakukan perjalanan untuk berdagang , selalu
mereka terima dengan baik dan di tempat kediamannya mereka selalu memanjatkan :
“Selamat jalan dan semoga damai selalu menyertai kamu; saya berdoa kepada Tuhan
agar selalu menjaga dan memelihara kamu selalu.”
Pola-pola
perdagangan dan keramahtamahan yang serupa juga akan selalu kita dapatkan di
tempat-tempat yang lain di Afrika. Di bagian Afrika Tengah bagian barat,
khususnya di Kongo dan bagian selatan sungai Zaire, garam, ikan, pakaian palem
dan kerang-kerang laut digunakan sebagai media pertukaran yang dibarterkan
dengan gading, besi, tembaga, bahan makanan, dan komoditi-komoditi lain yang
dihasilkan di daerah tersebut dan suatu hubungan perdagangan pantai telah
menghubungkan lembah Zaire dengan teluk Guinea. Di Afrika Timur, para penduduk
Swahili menyebar dari Somalia ke Mozambique yang menghubungkan masyarakat
pesisir ddan para penduduk kekaisaran Monomotapa.
Seluruh
pusat-pusat perdagangan ini masih tetap beroperasi hingga para orang Portugis
mulai memasuki daerah-daerah pesisir Afrika. Hal inilah yang menyebabkan
pelayaran bangsa Portugis untuk “menemukan” harus dibahas. Para pelaut orang
Portugis menjumpai berbagai kelompok masyarakat untuk mulai melakukan
perdagangan yang menguntungkan bagi sepihak. Pada saat itu, dan siap
menghalangi orang-orang Eropah yang ingin melakukan penetrasi ke dalam urusan
daerah tersebut maupun ke dalam perdagangan yang jelas bertentangan dengan
kepentingan para pedagang perantara.
BAB X
Hubungan
Perdagangan Eropa dan Afrika Dari Abad XV Hingga XVII
Catatan-catatan
historis yang menyatakan India sebagai tujuan pelayaran Pangeran Henry dan
rekan-rekannya (tahun 1394-1460) sebenarnya memutar-balikan tujuan jangka
pendeknya. Sebenarnya lebih menginginkan agar dapat menguasai perdagangan emas
Afrika Barat. Perhatian/keinginan orang-orang Eropah terhadap emas yang ada di
Afrika Barat telah semakin kuat pada abad-abad sebelumnya dengan adanya
laporan-laporan dari dunia Muslim mengenai adanya sejumlah besar emas yang
disimpan oleh para penguasa Mali, Mansa Musa dalam peziarahnya ke Mekka pada
tahun 1324-1325; berita-berita itu dengan cepat sekali menyebar ke Eropah, dan
Mansa Musa telah ditandai pada peta Afrika yang dicetak pada tahun 1339.
Tujuan
utama lainnya adalah untuk membuat perkebunan tebu di pulau-pulau yang ada di
lautan Atlantik dan di lepas pantai Afrika. Sehingga orang-orang Afrika
diangkut dari Senegambia dan Upper Guinea ke
perkebunan-perkebunan yang ada di pulau-pulau Cape Verde, dari Teluk
Guinea dan daerah Kongo-Angola ke Sao Tome dan Principe. Mulai dari abad
ke 16, para tawanan orang Afrika menjadi penyedia tenaga buruh agi pertanian
tebu dan praktek tersebut juga telah diterapkan ke Amerika yang mengakibatkan
konsekuensi tersendiri baik untuk Afrika, eropa dan Amerika sendiri.
Dalam
pada itu para pedagang Portugis telah relatif berhasil dalam mengalihkan emas
dari rute perdagangan trans-Sahara dan mengembangkan suatu perdagangan yang
cukup ramai di pantai pesisir Afrika Tengah Barat dan Afrika Barat, dengan
mempertukarkan kuda, alkohol, pakaian, besi, tembaga, perkakas-perkakas dan
komoditi Eropah dan Afrika Utara lainnya dengan emas, gading, budak, merica
malaguetta damar kayu dan produk-produk lain yang berasal dari Afrika.
Di
Afrika Timur, kekuatan Angkatan Laut Portugis dengan cepat mengalahkan penduduk
Swahili, tetapi kekaisaran Monomotapa terletak jauh di luar jangkauan alteleri
Angkatan Laut, dan inisiatif pedagangan dan misionari bangsa Portugis dapat
dirintangi secara efektif oleh para pemimpin Afrika dan pedagang Swahili.
Kemenangan Portugal di Lautan Hindia dan Laut Arab mendapat tantangan dari
Ottoman Turks, yang menyediakan senjata api kepada orang-orang Somaliuntuk
membangkitkan kembali jihad mereka yang selama ini diam untuk menentang orang
Kristen Etiopia. Orang Somali telah menyerang Etiopia pada tahun 1540 yang
kemudian dipukul mundur pada tahun 1640 setelah dibantu tentara Portugis. Para
pendeta Portugis dan Spanyol telah berhasil mempengauhi sbagian elite Amhara
agar menjadi penganut kepercaaan orang Kristen Eropa, tetapi para kelompok
tradisional kembali mengobarkan perlawanan dan menghalau para pendeta Eropa
dari Etiopia pada tahun 1630. Setelah itu para pemimpin Etiopia menerapkan
kebijakanaan untuk mengisolasi diri dalam menghadapi orang Eropa hinga akhir
abad ke 19.
Pertukaran
perdagangan antara orang-orang Afrika dengan para pedagang Portugis menciptakan
pola-pola perekonomian, socsal, politik yang pada banyak daerah tetap digunakan
hingga abad ke 19. Para pelaut Portugis yang pertama sekali mengunjungi Afrika
Barat melakukan serangan tiba-tiba kepada masyarakat setempat, sebagaimana
mereka lakukan sebelumnya kepada penduduk pesisir Maroko dan Mauritania.
Kebijaksanaan penyerangan ini terlalu terburu-buru sehingga berbahaya dan tidak
menguntungkan. Sebaliknya para pedagang Portugis terpaksa menyesuaikan dirinya
dengan pola-pola perdagangan dan diplomasi orang Afrika: misalnya mereka
terpaksa melaksanakan perdagangan dengan mempergunakan alat-alat
tukar/pembayaran.
Untuk
mengurangi rasa frustasi sebelum memperoleh pengembalian, sementara di sisi
lain, dimana orang-orang Afrika menerapkan pinjaman bersyarat (negotiate rents) dan pajak
untuk tanah-tanah yang disewakan untuk pabrik-pabrik (pusat-pusat perdagangan)
dan benteng-benteng. Benteng-benteng ini dibangun untuk melindungi priveles perdagangan yang
dijamin orang-orang Afrika dari saingan-saingan, orang Eropa dan bukan untuk
memaksa orang-orang Afrika. Sampai pada batas tertentu masyarakat Afrika tetap
menjamin priveles orang-orang Eropa secara tradisional sesuai dengan pandangan
orang Afrika terhadap “penduduk baru”, jaminan atas
pribadi dan barang-barang, kesabaran atas pelanggaran yang disebabkan karena
ketidak pahaman mengenai kebiasaan-kebiasaan sosial keagamaan setempat, dan
menjadi perantara atau penengah dalam perselisihan dan konflik-konflik yang
disebabkan ketidak sesuian dalam masalah-masalah perdagangan. Bila seseorang
Eropa melakukan pelanggaran, orang Afrika melakukan suatu proses peradilan yang
disebut palaver, dan menjatuhkan denda yang dapat dibayar dengan barang-barang
dagangan dan jika pelanggaran sudah dianggap seius, maka orang Eropah tersebut
dikucilkan dari masyarakat Afrika. Paham-paham dan aturan-aturan ala mini di
Afrika Barat adalah merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai hubungan „landrod-stranger”
(pribumi-pendatang). Jenis interaksi ini menjadi salah satu cirri hubungan
antara orang Afrika-Eropah di setiap tempat di benua ini.
Sejak
lama perdagangan orang-orang Eropa menibulkan konskuensi marjinal bagi
masyarakat Afrika, khususnya pada masyarakat yang tinggal di pedalaman benua
ini. Pada pedagang Afrika kadang-kadang menambah atau mengurangi impor-impor
barang Er5opa dan mengangkutnya ke berbagai tempat, dimana hal ini tergantung
pada tingkat persaingannya dengan barang-barang setempat yang sejenis, seperti
pakaian, besi, garam atau barang-barang mewah, untuk memenuhi selera
kelompok-kelompok elit Eropa. Orang Afrika dan Eropa sepertinya menerima bahwa
kebanyakan barang-barang impor Eropa memang tidak dibutuhkan karena
barang-barang kerajinan dan hasil-hasil pertanian Afrika memiliki kualitas yang
tinggi seperti pakaian, besi, alkohol dan tembakau (dimana tembakau ini dikenal
berasal dari Amerika). Barang-barang ini bersama-sama dengan senjata yang harus
di impor, telah menjadi mata dagangan pokok orang Eropa hingga abad ke 20,
kecuali bila mendapat penawaran yang berimbang, maka komoditi-komoditi ini
sebagian besar akan diimpor dari Eropa bila ternyata mereka mendapat keuntungan
yang lebih besar dibanding bila dibeli dari para suplier Afrika. Sistem
persaingan bebas dalam perekonomian Afrika seperti itu telah dikenal para
pedagang hampir di setiap tempat di benua ini. Kecuali untuk senjata dan kuda,
yang nampaknya dimonopoli para pengusa, para pedagang Afrika telah menyanggupi
untuk memenuhi segala komoditi yang dibutuhkan para penguasa , dengan maksud
agar perangkat-perangkat dan kewajiban-kewajiban dijamin oleh para penguasa dan
bawahannya, sehingga hal ini mempererat ikatan para pedagang dengan para elit
politik.
Hanya
sedikit hal yang perlu dicatat pada masa itu, tetapi yang pasti impor-impor
yang paling berharga telah diperkenalkan ke Afrika oleh orang-orang Portugis
dan para pendatang Eropa, yaitu para kambel dan pesakitan dari Amerika yang
dibawa ke benteng-benteng dan pabrik-pabrik milik orang Eropa di daerah
pesisir. Jagung, ubi kayu, nenas, kacang tanah dan berbagai jenis tanaman dan
tumbuhan bermanfaat lainnya dengan cepat diperkenalkan dan disebarluaskan di
kalangan masyarakat. Begitupun juga orang Eropa telah membantu pemasukan
tanaman-tanaman Asia dan Eropa ke daerah-daerah di Afrika yang sebelumnya belum
mereka kenal.
BAB XI
Peralihan
Keseimbangan : Masa Perdagangan Budak
Abad ke
17 merupakan suatu masa penting dalam hubungan antara Afrika dan Eropa. Dominasi
perdagangan Portugis telah digantikan oleh bangsa-bangsa Eropa lainnya yang
menjadi lawan mereka di daerah-daerah Afrika Barat dan Afrika Tengah Barat dan
juga Afrika Timur dengan melakukan pengaturan kembali terhadap kepentingan
perdagangan Swahili dan Arab. Pada saat itu juga terjadi pertumbuhan yang
sangat pesat dalam perdagangan budak, khususnya disepanjang atlantik dan juga
disepanjang Sahara dan Lautan Hindia.
Selama
abad ke 17 dan 18, negeri Belanda, Inggris, Perancis dan beberapa Negara Eropa
yang lebih kecil berusaha mengembangkan pertumbuhan perekonomian di Amerika dan
mengharapkan agar Afrika dapat menjadi penyedia tenaga kerja yang memadai.
Dengan demikian jaringan-jaringan perdagangan Portugis di Afrika dengan cepat
dapat dirusak. Pada pertengahan abad ke 17 Perancis mendominasi perdagangan
Eropa di daerah sungai Senegal, di Inggris dan di sungai Gambia. Ingris dan
negeri Belanda menjadi saingan utama bagi perdagangan yang ada di pantai emas,
dan Inggris, negeri Belanda sera Perancis yang bersaing dengan Portugis di
pesisir Kongo-Angola. Di Afrika Timur, orang-orang Arab dari Oman bersama
dengan orang Swahili memanfaatkan kesempatan kemunduran kekuatan Angkatan Laut
Portugis untuk mengusir kapal-kapal laut dan para pedagang Portugis dari daerah
pesisir, kecuali yang terdapat di Mozambique. Pada akhir abad ke 17 orang-orang
Portugis dan Luso, Afrika hanya mampu mempertahankan perdagangannya antara
sungai Casamance dan sungai Nunez, di pantai pesisir Angola dan di lembah
sungai Zembezi.
Alasan-alasan
keikutsertaan masyarakat Afrika dalam usaha memecah belah dan merusak
perdagangan budak merupakan suatu isu yang hingga saat ini tidak dapat dipahami
dengan baik oleh para ahli sejarah. Jelasnya salah satu faktor terpenting
adalah kebebasan bertindak yang diinginkan oleh para pedagang (orang) Afrika,
khususnya dalam aktivitas-aktivitas komersial yang selama ini mengganggu
terhadap masyarakat mereka sendiri. Kedua dan yang merupakan faktor yang paling
berkaitan adalah persekongkolan elit-elit politik untu keuntungan pribadi. Para
penguasa dan kelompok elit sering begitu tertarik kemewahan-kemewahan yang
datang dari luar, khususnya semangat (spirit) sehingga mereka ingin
memenangkan/memanfaatkan perang terhadap masyarakat tetangganya untuk memperoleh
tawaran-tawaran dan dalam berbagai keadaan bahkan sampai menjual orang-orangnya
(masyarakatnya) sendiri sebagai budak. Kadang-kadang kelompok elit militer
menjadi tidak terkontrol dan menghentikan perampasan budak-budak pertanian dan
kelompok-kelompok pastoral.
Salah
satu faktor penting yang terdapat dimana-mana adalah keberhasilan orang-orang
Eropa, Eurafrika (Indo-Afrika) dan kelompok-kelompok
“perlawanan” lainnya di dalam bekerja sama dengan elit-elit Afrika dan para
pedagangnya/ saudagarnya. Keberhasilan masing-masing individu lalu
mengeksploitasi ikatan-ikatan sosial orang Afrika dan dalam waktu yang
bersamaan mengumpulkan persatuan-persatuan perlawanan para budak yang
menyebabkan mereka dapat secara bebas dan efektif dalam melakukkan pengendalian
dan menerapkan sanksi-sanksi sosial tradisional. Di Afrika Timur, Swahali, Arab
dan India juga dilakukan hal yang serupa.
Terdesak
oleh kebutuhan tenaga buruh yang meningkat dari perkebunan yang ada di Amerika,
Afrika Utara, Timur Tengah dan pasaran di daerah Lautan Hindia, maka perbudakan
segera merajalela di seluruh Afrika dan hampir tidak ada daerah yang
terlewatkan di benua ini pada abad ke 19. Banyak masyarakat dicerai-beraikan
sementara orang-orang yang selamat segera mencari perlindungan di daerah-daerah
terpencil yang menggantikan pola-pola pertukaran kebudayaan dan perdagangan
progresif diantara masyarakat yang ada pada abad-abad sebelumnya.
Berapa
banyak orang-orang Afrika yang telah diperbudak dan mati sebagai
konsekwensi/akibat dari perang dan perampasan, yang meninggal dalam perjalanan
ketika mau dijual ke pasaran atau pada waktu menunggu ketika hendak dikirimkan
dengan kapal tidak pernah diketahui. Sehingga dengan demikian akibat sampingan
yang terjadi jadi semakin sulit dinilai, masyarakat semakin tertindas dengan
adanya perampasan (deprivation), berkurangnya produksi makanan sebagai
akibat hilangnya tenaga-tenaga muda, wabah dan penyakit yang diakibatkan
keterbatasan bahan makanan dan sebagai akibat kemerosotan sosial dan kehilangan
arah psikologis.
Suatu
penelitian statistik terbaru mengenai perdagangan trans atlantik telah berhasil
menghitung ada sekitar 11 juta orang Afrika yang telah dikapalkan melintasi
lautan Atlantik semenjak abad ke 16 ke 19, dimana hamper seluruhnya mereka
berasal dari Afrika Barat dan Afrika Tengah Barat. Dari jumlah ini diperkirakan
9,5 juta orang masuk ke Amerika dan sekitar 350.000 orang dibawa ke Amerika
Serikat. Kira-kira 80% dari jumlah ini telah diangkut antara tahun 1701 hingga
1850 yang merupakan masa dimana masyarakat Afrika mengalami penindasan yang
paling dashyat yaitu selama masa kejayaan perdagangan budak-budak.
Perhitungan-perhitungan ini tidak termasuk orang-rang Afrika Barat yang dibawa
melintasi Sahara ke Afrika Utara dan Timur Tengah.
Salah
satu daerah yang paling dulu terpengaruh oleh perdagangan budak adalah kerajaan
Kongo. Waktu itu, yaitu pada saat terjadinya pengiriman para tawanan ke
perkebunan-perkebunan Sao Tome dan pasar-pasar trans atlantik, pembagian
daerah/propinsi tersebut sehingga daerah kekuasaan kerajaan semakin merosot,
dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh para musuh-musuh orang
Afrika semakin memperlemah kedudukan kerajaan tersebut pada akhir abad ke 7,
Afrika Tengah Barat terus menjadi sumber/penyedia budak untuk masa selama dua
abad, yang mengirimkan tawanan-tawanan baik ke atlantik maupun perdagangan di
lautan Hindia.
Di
Afrika Barat, perdagangan budak terus berlanjut melintasi Sahara, bersamaan
dengan kemajuan intensifikasi perdagangan Atlantik pada masa-masa akhir abad ke
tujuh, yang menyebabkan bertambahnya kebutuhan setiap orang dimana banyak
masyarakat tidak mungkin untuk membatasi atau mengendalikannya. Di beberapa
daerah tertentu sejumlah besar masyarakat telah diperbudak, dimana sebagian
akan dijual dengan segera ke perdagangan di daerah Sahara atau Atlantik
sementara kelompok lainnya dimasukan ke perkampungan para budak dimana tenaga
mereka akan dimanfaatkan sebelum akhirnya mereka dijual.
Perkiraan
mengenai jumlah orang-orang Afrika yang menjadi budak di Afrika Timur dan
Afrika Tengah Timur dan yang dijual ke lautan Hindia sangat beraneka ragam.
Pengrusakan/kehancuran masyarakat Afrika pada jaman pertengahan terutama
terjadi pada abad ke delapan, setelah orang-orang Arab Oman telah berhasil
mengusir orang-orang Portugis di daerah pantai sebelah utara. Orang-orang Arab
berkolaborasi dengan Swahili dan Nyamwezi untuk membangun rute-rute caravan
melintasi Afrika Timur yang menggantikan jalur perdagangan yang ada pada waktu
sebelumnya. Para budak dan gading merupakan komoditi utama sepanjang lalu
lintas yang panjang ini, pada permulaan abad ke 19 kedua jenis komoditi ini
dibawa ke daerah pesisir dari daaerah pedalama jazirah Congo dan dari daerah
yang sekarang dikenal sebagai Uganda. Sebagian budak dikirimkan ke Timur Tengah
dan yang lainnya dipekerjakan pada perkebunan cengkeh di pulau Zanzibar dan
pulau Pemba dan di perkebunan-perkebunan tebu milik Perancis dan Inggris di
pulau Mascarene.
Ke arah
utara, orang-orang yang bebrasal dari lembah Nil hulu telah diporak-porandakan
oleh orang-orang Sudan dan Mesir. Para pedagang gading dan pedagang budak
pertama sekali menembus daerah Sudan pada tahun 1840 dan secara terus menerus
merampas dan memperbudak orang-orang yang ada di daerah selatan pada
dekade-dekade berikutnya.
Penelitian-penelitian
terakhir mengenai Afrika Timur pada abad ke 29 menunjukan bahwa salah satu
konsekwensi terpenting akibat masuknya caravan ke daerah pedalaman adalah
timbulnya jenis-jenis penyakit baru seperti kolera dan cacar. Penyakit ini
menyebar dari satu masyarakat kepada masyarakat lainnya secara epidemik yang
mungkin telah menyebabkan bertambahnya kematian dan kerusakan pola-pola sosial
daripada yang diakibatkan oleh pengiriman budak-budak ke pasaran di Lautan
Hindia. Sesungguhnya penurunan populasi desebabkan oleh penyakit yang
menjangkit pada orang-orang Afrika dan ditambah lagi dengan perampasan budak
dan perdagangan budak sebagai suatu cara untuk menambah/menarik kembali para
anggota baru masyarakat mereka.
Afrika
bagian slatan merupakan daerah lainnya dimana munculnya penyakit epidemik telah
banyak menjangkit penduduk asli setempat. Adalah cukup unik dimana bahwa hanya
sebagian saja benua tersebut yang didiami oleh orang-orang Eropa hingga sebelum
abad ke 19. Pada tahun 1652 perusahaan Dutch East India Company mendirikan
suatu “Refreshment station” di Tanjung Pengharapan (Cape Of Good Hope)
yaitu orang-orang Belanda, Jerman dan Perancis yang berdiam disana setelah
setengah abad berikutnya menjadi perantara penyebar penyakit sehingga membinasakan
banyak populasi Cape yang terdiri dari pastoral khoikhoi (secara peyoratif
disebut Hottentots) dan para pemburu San. Orang-orang yang ada di
perbatasan Eropa, yang disebut Trekboers, berpindah secara progresif di
pedalaman, setiap gernerasi pergi mencari tanah baru dan bergabung sebagai “Bondsmen”
(orang jaminan) sisa masyarakat Khoikhoi. Kelompok-kelompok pemburu San yang
terpisah-pisah semakin jauh lagi masuk ke daerah pedalaman atau dimusnahkan
oleh komando-komando (commandos) pasukan berkuda Boer dibantu
oleh para pelayan Khoikhoi-nya.
Suatu
phase baru dalam sejarah Afrika bagian selatan dimulai pada masa akhir abad ke
delapan, pada saat penyebaran Trekboes semakin menimbulkan
perselisihan/konflik dengan migrasi yang datang dari arah selatan yaitu
masyarakat Bantu. Pada tahun 1770 kedua kelompok konfrontasi satu sama lain
disepanjang daerah perbatasan yang dibatasi oleh sungai Fish (Fish River)
Great Trek adalah puncak tempat tinggal Boer di Afrika Selatan.
Antara tahun 1835 dan tahun 1843, diperkirakan sekitar 12.000 Afrikaner
(penduduk asli Afrika) berpindah dari Cape untuk membebasakan dirinya sendiri
dari penguasa Inggris dan mencari tanah/negeri baru. Diikuti oleh penaklukan
Ndebele pada 1836 dan tentara Zulu pada ahkir tahun 1838, sebagian besar
orang-orang Trek (Trekkers) tinggal di daerah yang sekarang ini disebut
sebagai Transvaal dan Grange Free State. Pada saat orang-orang Afrika
(Afrikaner) secara perlahan-lahan mengembangkan daerah kekuasaan mereka di
daerah pedalaman, para pendatang baru Inggris menduduki propinsi Cape dan Natal
dan dalam keadaan seperti itu hanya terjadi sedikit perubahan hingga menjelang
seperempat abad terakhir abad ke 19 ketika eksploitasi intan dan emas dialihkan
ke daerah selatan Afrika. Perkembangan terakhir ini akan dibicarakan pada bab
23 dalam konteks bagaimana cara mereka mempengaruhi evolusi hubungan ras.
BAB XII
Abad XIX :
Perubahan Hubungan Antara Eropa dan Afrika
Permulaan
abad ke 19 ditandai dengan suatu phase transisi yang sangat penting dalam
hubungan antara Eropa dan Afrika.Pertama, penindasan karena perdagangan budak
di lautan Atlantik dan Lautan Hindia, dan mulai didapati suatu transisi
perlahan untuk mengintiminasi perdagangan non budak.Kedua, terjadi pertumbuhan
yang cepat pada ilmu pengetahuan orang Eropa mengenai Afrika. Ketiga, terjadi
pertumbuhan kepentingan yang cukup berarti dalam kerja keras para missionari
Kristen. Keseluruhan hal-hal diatas adalah saling berhubungan, karena para
anggota/peserta masyarakat ilmiah dan para misionari memiliki kepentingan
dagang dalam prospek perdagangan dan daerah-daerah potensial yang kaya akan
mineral. Baik secara terpisah atau bersamaan, ketiga kepentingan ini menjadi
pokok utama dalam masalah hubungan orang Eropa-Afrika selama tiga perempat abad
pertama pada abad ke 19.
Kepentingan
ilmiah masyarakat Eropa juga meliputi terjadinya pertumbuhan benua Afrika
secara cepat semenjak akhir abad ke 18. Penelitian yang dilakukan oleh para
ahli geografi, tumbuhan, binatang dan ahli-ahli lainnya telah banyak dilakukan,
tetapi sebagian besar daerah Afrika memiliki daya tarik tersendiri. Untuk para
ahli geografi , penentuan letak sumber sungai Nil dan Nigeria telah
memperlihatkan suatu perubahan khusus semenjak masa Herodotus pada abad ke lima
sebelum masehi. Orang-orang yang ditunjuk menyelidiki kedua sungai tersebut
melibatkan beberapa nama orang terkenal pada waktu eksplorasi Afrika : untuk
sungai Nigeria, terdapat orang-orang seperti Mungo Park, Rene Caillie, Hugh
Clapperton dan Lander bersaudara. Dan di Afrika Timur Richard Burton, John
Hanning Speke, David Living Stone dan Henry Morton Stanley. Tetapi untuk
menempatkan prestasi mereka dalam perspektif yang sebenarnya, maka beberapa hal
harus dihargai.
Yang
terpenting dari semua itu, orang-orang tersebut sebenarnya tidak menemukan
apa-apa, dengan menggunakan suatu istilah yang peyoratif pada masyarakat Afrika
: umumnya mereka mengikuti rute-rute perdagangan yang telah lama digunakan dan
tetap tergantung pada masyarakat Afrika sebagai penunjuk jalan, jasa baik, penyedia
makanan, dan pemberi amal dan bimbingan, tanpa adanya hal-hal itu maka
ekspedisi mereka akan berakhir dalam bahaya. Seluruh hal ini menjadi pertanda
keramah-tamahan dan bantuan bagi orang baru bahkan pada waktu kesulitan. Tentu
saja ada perkecualian : para kelompok Muslim sering merasa tersinggung karena
campur tangan orang Eropa, baik sebagai orang Kristen maupun sebagai pesaing
yang potensial, dan banyak masyarakat Afrika mengalihkan orang-orang Eropa dari
tujuan tertentu atau tidak mau member informasi pada mereka.
Orang-orang
Afrika melindungi kepentingannya dengan keuletan yang patut ditiru. Sebagai
contoh masyarakat yang tinggal sepanjang daerah hilir sungai Nigeria telah
menentukan posisi pedagang perantaranya dalam melakukan hubungan dengan masyarakat
pedalaman. Pelajaran orang Nigeria belum dipelajari orang Eropa hingga tahun
1830, pada waktu John dan Richard Lander menjelajahi daerah pegunungan untuk
mencapai daerah pertengahan (middle stretch) sungai dan kemudian
mengikuti sungai tersebut sejauh beberapa ratus mil kea rah hilir (laut).
Penemuan mereka muncul kira-kira 350 tahun setelah para pelaut Portugis untuk
pertama kali berlayar sepanjang pesisir dan 50 tahun semenjak permulaan adanya
usaha-usaha yang serius dari masyarakat ilmiah Eropa.
Suatu
penyelidikan yang baik mengenai sifat interaksi antara masyarakat Afrika dan
para penjelajah Eropa digambarkan pada pernyataan berikut ini ; Orang-orang
Protestan dan Katolik merupakan kelompok masyarakat yang paling cepat menyadari
kenyataan bahwa kegiatan missionaari abad ke 19 merupakan usaha yang kedua
untuk mengevangelisasi masyaarakat Afrika dan bahwa usaha yang pertama
dilakukan oleh orang-orang Portugis pada abad ke 15 dan 16 yang telah gagal
disebabkan oleh kekurangan personil dan sumber daya serta disebabkan oleh
resiliensi dan eklektisisme yang longgar dari praktek keagamaan tradisional
orang Afrika. Dimana pada abad ke 19 para misionari orang Eropa telah
mengevanggelisasi orang-orang Afrika. Karena itu pada akhirnya diharapkan untuk
dapat mengikuti kebiasaan /perilaku orang Eropa sebagai salah satu wujud
nyata/manifestsai dari keputusan mereka untuk menerima keKristenan.
Kecuali
untuk daerah Afrika bagian Selatan, kegiatan misionari orang Eropa biasanya
terbatas hanya sampai perbatasan benua saja sebelum masa pemerintahan kolonial.
Walaupun demikian, kebiasaan-kebiasaan tertentu telah siap ditanamkan pada
waktu seperempat abad terakhir pada abad ke 19. Secara umum dapat dikatakan,
para misionari sungguh berhasil pada daerah-daerah dimana tidak terjadi
pertentangan dari masyarakat Muslim, dimana hal itu telah menjadi suatu jurang
pemisah dalam struktur masyarakat dan diman mereka dapat mengorganisasi dan
mendisiplinkan masyarakat Afrika. Setelah Afrika terbagi-bagi pada seperempat
abad terakhir di abad ke 19, maka kelompok-kelompok missi mendapatkan pengaaruh
yang lebih besar atas orang-orang Afrika melalui kolaborasi dengan
penguasa-penguasa kolonial.
Walaupun
perdagangan budak terus berlangsung, permulaan abad ke 19 juga memperlihatkan
tahapan awal/permulaan terjadinya transisi kearah perdagangan hasil hutan,
pertanian dan produk-produk mineral. Hal ini dimulai di Afrika Barat sebagai
tanggapan atas semakin meningkatnya kebutuhan-kebutuhan orang Eropa akan minyak
sayur-sayuran untuk digunakan pada pembuatan sabun, lilin, minyak goreng dan
untuk kebutuhan industri dan kegunaan-keguanaan domestik lainnya. Perdagangan
minyak kelapa sawit dimulai semenjak tahun 1790, sementara komersialisasi
kacang-kacangan dimulai pada tahun 1830, yang berarti bahwa perdagangan budak
sedikit demi sedikit mulai dikurangi/ditekan selama setengah abad semenjak
tahun 1808, yaitu merupakan tahun dimana Inggris dan Amerika Serikat menyatakan
baha perdagangan budak tersebut adalah melanggar hukum bagi para warga negaranya.
Pada banyak daerah di Afrika perbudakan dan perdagangan budak masih tetap
diakui/dibenarkan keberadaannya, dan masyarakat Afrika memanfaatkan keuntungan
dari hasil penjualan para tawanan kepada para pembeli budak atau memanfaatkan
tenaga mereka sebagai buruh untuk menghasilkan minyak kelapa sawit, kacang
tanah, gum copal (sejenis getah), kayu, cengkeh dan komoditi eksport
lainnya.
Penekanan
terhadap perdagangan budak dan pengembangan perdagangan yang sah sekaligus juga
mendorong terjadinya perubahan ekonomi dan sosial yang bererti pada masyarakat
Afrika. Sehingga kelompok-kelompok elit tradisional yang memperoleh pendapatan
dari hasil perdagangan budak mengalihkan usahanya untuk mulai mengeksploitasi
keuntungan sistem perdagangan baru dengan menerapkan sistem pajak. Hal ini
sgera ditentang oleh para produsen, perusahaan-perusahaan pengangkutan dan
kelompok-kelompok perdagangan, yang merasa tersinggung bahwa penetapan ini
tidak sesuai dengan tradisi dan karena mereka telah muncul dengan berbagai
alasan untuk mengambil alih kekuasaan dan kelompok militer-nya yang bertinak
sebagai parasit dan penindas. Suatu daerah dimana terjadi perbutan antara elit
tradisional dengan masyarakat produktif yang paling terkenal adalah di
Senegambia, dimana Islam memberikan suatu etos alternatif. Islam dengan cepat
menyebar di kalangnan para petani kacang tanah dan para buruh yang bermigrasi
selama abad ke 19 dan para pemimpin spiritual Muslim (marabouts)
mendorong pergantian kekuasaan tradisional di berbagai daerah di Senegambia
selama peperangan Soninke-Marabout, yang terjadi semenjak pertengahan abad
hingga masa kolonial terjadi. Juga terjadi konflik yang serupa selama periode
tersebut antara kelompok budak yang tertindas dengan para pemimpin
Negara-negara pengekspor minyak kelapa sawit di daerah-daerah delta Nigeria dan
sungai Cross.
Di
berbagai daerah Afrika kelompok-kelompok orang asing yang sebelumnya telah
berhasil mengeruk keuntungan dari perdagangan budak merupakan orang-orang yang
paling beruntung dalam system perdagangan baru untuk produk-produk primer. Di
Afrika Barat, orang-orang indo-Afrika yang berasal dari Senegambia mengusahakan
komersialisasi kacang tanah sepanjang pesisir hingga ke selatan : misalnya
orang-orang Indo-Afrika, bersama-sama dengan para pedagang budak yang pertama
yang juga orang Afrika tinggal sepanjang pantai emas dan pantai budak, yang
akhirnya menjadi sangat banyak terlibat dalam perdagangan minyak kelapa sawit.
Orang-orang Indo-Afrika di Afrika Tengah Barat masih lama meneruskan
perdagangan budak yang lebih diperbaharui sebelum secara perlahan-lahan beralih
ke perdagangan yang sah pada masa setelah pertengahan abad ke 19. Di Afrika
Timur, Swahili, Arab dan India serta orang-orang Luso-Afrika yang hidup/tinggal
di lembah sungai Zambzi juga masih terus melanjutkan perdagangan budak dan pada
saat itu juga mereka mengembangkan perdagangannya ke dalam bahan-bahan seperti
gading, gum copal (sejenis karet), cengkeh dan komoditi-komoditi
lainnya.
Pada
tingkatan partisipasi lainnya, kelompok-kelompok masyarakat pesisir Afrika yang
sudah sejak lama bekerja sama dengan orang-orang Eropa dalam perdagangan budak
mendapat pekerjaan dalam perdagangan yang sah sebagai penarik perahu (klerk)
dan buruh pada perusahaan-perusahaan perdagangan. Kelompok-kelompok yang paling
penting adalah Lebou, wolf, kru, dan fante di Afrika Barat dan Cabindans dari
Afrika Tengah Barat, dimana dalam jumlah ribuan orang dari masyarakat ini
dating untuk bekerja di pabrik-pabrik dan ikut dalam kapal-kapal dagang orang
Eropa ke luar negeri. Bersamaan dengan migrasi para buruh di Afrika Barat, maka
para penduduk pulau Comoro melihat kesempatan kerja pada perusahaan-perusahaan
dagang yang terdapat di sepanjang pesisir daerah Afrika Timur dan juga yang
terdapat di Afrika Selatan.
Setelah
pertengahan abad ke 19, perdagangan Eropa dengan bagian pedalaman Sahara Afrika
menyebabkan perubahan yang berbeda-beda. Masa semenjak tahun 1860 dan
seterusnya ditandai dengan terjadinya perubahan/penurunan harga secara drastis
untuk produk-produk primer yang membantu terjadinya persaingan kurang sehat dan
mengakibatkan berbagai kegagalan bisnis diantara perusahaan-perusahaan milik
orang Eropa, Indo-Afrika dan Afrika. Para pedagang perantara orang Afrika dan
Indo Afrika segera keluar dan menjadi para pedagang independen dan jarang yangn
bekerja sebagai agen untuk perusahaan-perusahaan milik Eropa. Walaupun posisi
perekonomian mereka terdahulu telah dicerai-beraikan dan serba kekurangan,
namun orang-orang ini memperlihatkan bahwa tidak akan terjadi suatu arus balik,
dan secara lihai/cerdik memanfaatkan kesempatan pendidikan yang diberikan oleh
para misionari Eropa. Dengan jalan memasukan anak-anak mereka ke
sekolah-sekolah missi, mereka yakin bahwa anak cucu mereka akan memperoleh
kesempatan dalam perdagangan, pemerintahan, pendidikan dan pekerjaan keagamaan
bangsa Eropa selama masa colonial. Afrika timur dan Afrika Tengah Timur masih
tetap sangat tergantung pada pola perdagangan lautan Hindia, yang memang
kkurang terpengaruh oleh depresi perekonomian bangsa Eropa. Orang-orang Arab
dan India dalam hal tertentu membuktikan bahwa mereka adalah para pesaing yang
handal untuk perusahaan-perusahaan Eropa, dan memiliki kemampuan untuk
melindungi kepentingan perdagangan mereka.
BAB XIII
KESIMPULAN
Buku-buku
sejarah konvensional sering kali menekankan kecepatan penaklukan Afrika secara
militer oleh bangsa Eropa dalam dua dekade terakhir pada abad ke 19. Presentasi
seperti itu adalah benar dalam hal mana kolonial Eropa mengambil alih benua
adalah cepat, namun hal itu juga kehilangan arah, karena hal itu menekankan
pada kehadiran militer bangsa Eropa dalam jumlah yang sangat besar di daerah
yang mereka kuasai pada seperempat abad terakhir dari abad ke 19 (yang
ditulisksan secara jitu dalam untaian Belloc : „Apapun yang terjadi kita
telah menggunakan senjata yang besar dan sementara mereka tidak memilikinya‟).
Sehingga kibaran bendera selama masa imperialism selama masa perpecahan adalah
terlalu ditekankan dimana proses-proses perubahan yang selalu berada dalam
jalur ternyata tidak dejelaskan secara memadai. Sehingga pada bab ini
ditekankan, perubahan-perubahan dalam masyarakat Afrika khususnya di daerah
pesisir, ternyata telah begitu meresap dan penting artinya bahwa bagi mereka
pengambil-alihan bangsa Eropa pada tahun 1880 dan 1890 lebih memperlihatkan
suatu masa transisi daripada merupakan suatu kejatuhuan dari masa lalu. Di
daerah-daerah pedalaman ternyata kurang dipengaruhi oleh perubahan tersebut,
ketahanan terhadap pendudukan bangsa
Eropa
dan ketidakstabilan pemerintahan bangsa Eropa sering lebih lama dapat
dipertahankan bila dibandingkan dengan daerah-daerah pesisir, yang
kadang-kadang dapat terus dipertahankan selama beberapa dekade.
DAFTAR
PUSTAKA
Harris, Joseph E. (1972). African and
their History. USA: American Liberary.
Hibbert, Cristopher (1982). Africa
Explored Europeans in The Dark Continent 1709-1889. New York : Penguin
Book.
Hodder, B.W (1978). Affrica Today.
London : Methuen & Co.Ltd.
Kirdi, Dipoyuda. (1983). Afrika dalam
Pergolakan 2. Jakarta: CSIS.
Mars, Zoe and .G.W Kingsnorth (1957). An
Indruktion to The History of East Africa. London-New York : Cambridge at
The Univercity Press.
Martin P.M. dan Patrick o’Meara (1977) Africa.
Bloomington : Indiana Univercity Press.
Moch. Muchtar dan Rusyai Padmawidjaja
(1976). Pengantar Sejarah Afrika I Maroko-Aljajair-Tunisia. Bandung:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial IKIP.
Oliver, Rolland dan Anthony Atmore (1981). The
African Midle Ages 1400-1800. London. Canbridge Univercity Press.
Oliver, Rolland dan Anthony Atmore (1981). The
African Midle Ages 1800-1960. London. Canbridge Univercity Press.
terimakasih. tulisannya sangat bermanfaat👍
BalasHapusKABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.
widya Tarmuji, saya ingin bersaksi tentang pekerjaan baik Tuhan dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan beberapa daSaya ri kata-kata itu, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara Anda? Jadi, Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman curang di internet, tetapi mereka sangat asli di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban 6 kreditor pemberi pinjaman, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka.
BalasHapusSaya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya menjelaskan situasi saya, kemudian memperkenalkan saya ke sebuWah perusahaan pinjaman yang kredibel, TRACYMORGANLOANFIRM. Saya mendapat pinjaman Rp. 800.000.000 dari TRACYMORGANLOANFIRM dengan tingkat rendah 2% dalam 24 jam yang saya gunakan tanpa tekanan atau tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman, Anda dapat menghubungi MRS melalui email: (TRACYMORGANLOANFIRM@gmail.com)
Jika Anda memerlukan bantuan dalam proses pinjaman, Anda juga dapat menghubungi saya melalui email: (widyatarmuji@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka, Tn. Tonimark, email: (Tonimark28@gmail.com). Apa yang saya lakukan adalah memastikan bahwa saya tidak pernah dipenuhi dalam pembayaran cicilan bulanan sebagaimana disepakati dengan perusahaan pinjaman.
Jadi saya memutuskan untuk membagikan pekerjaan baik Tuhan melalui TRACYMORGANLOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinya.
Kami menawarkan berbagai layanan keuangan yang meliputi: Perencanaan Bisnis, Keuangan Komersial dan Pengembangan, Properti dan Hipotek, Pinjaman Konsolidasi Utang, Pinjaman Bisnis, Pinjaman Swasta, Pinjaman Pembiayaan Kembali Rumah dengan suku bunga rendah per tahun untuk perorangan, perusahaan dan badan hukum. Dapatkan yang terbaik untuk keluarga Anda dan miliki rumah impian Anda juga dengan skema Pinjaman Umum kami. Pelamar yang tertarik harus Hubungi kami melalui BBM INVITE: {D8980E0B}
BalasHapusHanya WhatsApp: (+ 44) 7480 729811
Tel .... (+ 44) 7480 729811
Email: (iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)