BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tanggal 7 Desember 1941,
Jepang menyerang armada Amerika Serikat di Pearl Harbour Hawaii. Serangan
mendadak yang dilakukan pagi hari itu menghancurkan 87 pesawat milik AD, 97
pesawat AL, 19 kapal perang berbagai ukuran (termasuk USS Arizona, kapal perang
terbesar) dengan koraban jiwa dari pihak Amerika berjumlah hampir 3.000 jiwa
meninggal, dan 1.287 terluka baik dari militer atau sipil.
Serangan Jepang
dilanjutkan ke beberapa negara di Asia misalnya Malaya, Filipina, Bruani, dan
Indocina. Invasi Jepang pertama kali datang ke Indonesia adalah Tarakan dan
Manado (10 Januari 1942), dilanjutkan ke Balikpapan, Kendari, dan Ambon. Jepang
pun mulai mengebom Palembang pada Februari 1942. Di Laut Jawa, terjadi
pertempuran antara Sektutu dan Jepang. Pertempuranyang terjadi tanggal 28
Februari 1942 ini dimenangkan oleh Jepang. Puncaknya, tanggal 9 Maret 1942
Belanda menyerah. Letnan Jenderal Ter Poortenn dan Letjend Imamura menandatangani
dokumen penyerahan tanpa syarat dari Belanda kepada Jepang di Kalijati.
Semenjak penyerahan tanpa syarat itulah Jepang mulai menduduki Indonesia.
Penjajahan Jepang memang
bisa dikatakan cukup singkat yakni 3,5 tahun. Selama itulah Jepang banyak
membuat perubahan pada rakyat misalnya dibentuk Seinendan, Keibodan, Heiho,
PETA, Fujinkai dan sebagainya. Selain itu, Jepang juga mengeluarkan peraturan
yang semua bersumber pada Jepang misalnya penggunaan kalender Sumera dan mengibarkan bendera Jepang Hinomaru.Akan tetapi, eksploitasi
terhadap rakyat pun juga sangat keterlaluan. Mereka merekrut rakyat untuk
menjadi romusha (pekerja kasar) yang
digunakan menunjang perang Jepang terhadap sekutu. Romusha ini ditguasi untuk
membuat terowongan, penanaman jarak, pembuatan dinamit, tambang batubara, dan
dikirim untuk bekerja di negara lain seperti Malaya, Myanmar, Thaialnd, dan
Vietnam. Diperkirakan ribuan orang tergabung dalam romusha ini dan keadaan
mereka sangat menyedihkan serta makan mereka tidak terjamin.
Yang paling parah,
Jepang juga memaksa perempuan untuk menjadi budak seks yang disebut “jugun ianfu”. Sepeti halnya romusha,
jugun ianfu juga direkrut dari desa. Anak gadis yang masih belia dirayu melalui
pejabat lokal setempat dan diimingi dengan pekerjaan dengan gaji besar. Setelah
rayuan itu berhasil, mereka ditempatkan di rumah tertentu dan disana dijadikan
pemuas nafsu tentara Jepang. Tindakan yang tak bermoral ini menimbukann trauma
mental pada korbannya. Keadaan inilah yang mendorong rakyat untuk melakukan
perlawanan bersenjata di berbagai daerah yang tentunya disebabkan oleh
persoalan yang lebih spesifik.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa faktor penyebab perlawanan.
2.
Bagaimana jalannya perlawanan.
3.
Apa dampak perlawanan.
C.
TUJUAN
1.
Dapat memahami tentang perlawanan rakyat melawan
Jepang.
2.
Menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perlawanan Dari Kelompok Agama
1. Perlawanan Cot Plieng Bayu,
Lhokseumawe Aceh
Perlawanan ini sebenarnya lebih bermotifkan agama yang
dipelopori oleh seorang ulama muda bernama Teungku Abdul Djalil pada tahun 1942.
Menurutnya, Jepang adalah bangsa yang merusak agama Islam. Di madrasahnya,
Teungku Abdul Jalil selalu mengobarkan semangat jihad dan mati syahid. Setiap
khotbahnya ia selalu menganjurkan membaca Hikayat
Perang Sabil, bahkan beliau mengatakan bahwa Jepang merupakan “keparat
jenis majusi” (keuparat biek majusi).
Ia bersama masyarakat Aceh menolak untuk melakukan seikerei (membungkuk ke arah timur tempat matahari terbit; simbol
penghormatan terhadap Tenno atau kaisar Jepang) yang dianggapnya mengubah arah
kiblat.
Akibat dari tindakan itu Teungku Abdul Djalil selalu
diawasi oleh Kenpeitai (polisi rahasia)d an pada akhirnya ia dipanggil oleh
kenpeitai Kutaraja dan polisi Lhokseumawe. Nasehat beberapa tokoh mayarakat dan
tidak pula diindahkan. Murid-muridnya juga dipersenjatai meski senjatanya
sangat sederhana jauh dengan tentara Jepang. 7 November 1942 murid Teungku
Abdul Djalil melarang komandan kenpetai bernama Hayashi yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah dengan baik-baik. Akan tetapi usaha ini gagal karena
Hayashi ditusuk tombak oleh pengawal Abdul Djalil tetapi Hayashi dapat
melarikan diri ke Lhokseumawe.
10 November 1942 Jepang mengerahkan pasukan yang
bersenjata modern untuk menggempur Cot Plieng. Pasukan ini dibawa dari Biruen,
Lhokseumawe. Selama setengah hari, pasukan Abdul Djalil berperang dengan
tentara Jepang. Karena kalah dalam persenjataan, pasukan Abdul Djalil dapat
dipukul mundur dan Cot Plieng dapat dikuasai Jepang. Tindakan Jepang dikuti
pula pembakaran masjid-masjid beserta rumah warga sehingga menewaskan 86 orang.
Pada 13 November 1942 Jepang kembali meneruskan
serangan ke tempat Abdul Jalil yakni di Blang Gampong Teungah. Abdul Djalil
tewas di tempat ini bersama 19 orang pengikutnya sedangkan 5 orang lainnya
ditangkap. Jepang pun masih bertindak
sadis terbukti setelah ditemukan tewas, kepala Teungku Abdul Djalil dipisahkan
dari tubuhnya dan jenazahnya dimakamkan di bekas Masjid di Cot Plieng.
2. Perlawanan Sukamanah, Tasikmalaya
Perlawanan Sukamanah merupakan
perlawanan yang terjadi di Singaparna, Sukamanah, Tasikmalaya,Jawa Barat yang
pimpin oleh KH. Zainal Mustafa pada tahun 1944. Perlawanan ini bisa disebut
bermotif agama, yang bermula dari ketidaksukaan Zainal Mustafa dengan Jepang.
Seperti halnya Teungku Abdul Jalil, ia juga menentang seikerei karena dianggap mengubah kiblat dan musyrik. Tindakan ini
pernah dilakukan secara terang-terangan ketika semua ulama melakukan seikerei
dibawah todongan senjata dan hanya Zainal Mustafa yang membangkang. Selain itu,
ia juga punya prinsip lebih baik mati daripada diatur Jepang. Beberapa kali
permintaan untuk menghadap ko0mandan kempeitai juga ditolak.
Penolakan Zainal Mustafa dianggap
sebagai pemberontakan dan berakibat sepasukan polisi Jepang bergerak ke
Sukamanah pada tangggal 24 Februari 1944 dengan maksud menangkapnya. Pasukan
Polisi ini juga didampingi oleh camat Sukamanah beserta 11 stafnya. Usaha ini
gagal bahkan polisi berhasil ditangkap dan baru pada keesokan harinya (25
Februari) dilepaskan dengan senjata mereka dirampas. Ditanggal 25 Februari 1944,
empat orang kempeitai kembali ke Sukamanah untuk menyuruh Zainal Mustafa
menghadap komandannya akan tetapi permintaan itu ditolak bahkan tiga dari empat
orang kempeitai itu dibunuh oleh santri Zainal Mustafa. Sebagai akibatnya,
Jepang mengerahkan kekuatannya untuk menggempur Sukamanah. Pertempuran itu
tidak seimbang karena Jepang menggunakan senjata modern sedangkan pasukan
Sukamanah hanya bersenjata tradisonal. Akhirnya Zainal Mustafa kalah dan
sejumlah besar pengikutnya tertangkap. Sesuai denagn keputusan Mahkamah Militer
Jepang, 79 orang dipenjara di Sukamiskin Bandung dan 23 orang dipenjara di
Cipinang Jakarta, termasuk Zainal Mustafa. Ia bersama 17 orang lainnya dibunuh
di penjara ini, dan 5 orang lainnya meninggal karena siksaan. Pertempuran ini
menewaskan 198 orang. Sedangkan dari pihak Jepang tewas 3 orang dan 20 orang
luka-luka. Pesantren Sukamanah ditutup oleh Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya
di tahun 1972, KH Zainal Mustofa diangkat menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun
1972.
B. Perlawanan Dari Militer
1. Pemberontakan PETA Blitar
Pemberontakan dari militer salah
satunya adalah dari Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar. Pemberontakan ini
berawal pada tanggal 25 Desember dibentuk Daidan atau batalyon Blitar yang
terdiri dari tiga chudan (kompi) yang
masing-masing dipimpin oleh chudancho.
Setiap chudan terdiri dari tiga shodan (pleton) dengan pemimpin yang
disebut shudancho.
Pelatihan dasar militer bisa
dikatakan cukup unik karena para Daidan dipisah dari masyarakat. Dan setelah
selesai, mereka mendapat kelonggaran untuk bertemu dengan keluarga
masing-masing. Nasionalisme para daidan berkobar ketika mendengar para petani
dipaksa menjual padinya ke kumiai (organisasi
pembelian padi). Selain padi, pemerintah militer Jepang juga memerintahkan
pembelian telur dengan harga yang sangat rendah.
Selain itu, kekecewaan perwira PETA
muncul ketika adanya diskriminasi antara tentara Jepang dengan PETA misalnya
tentara PETA diharuskan memberi hormat dahulu terhadap tentara Jepang ketika
bertemu dan banyak diantara mereka mendapat penghinaan. Penderitaan para
romusha pun dirasakan oleh PETA ketika mengawasi pembangunan kubu pertahanan.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut tentara PETA merencanakan
pemberontakan terhadap Jepang dan merebut kemerdekaaan.
Perlawanan ini dipimpin oleh
Shodancho Supriyadi dengan bantuan Shodancho Muradi, Budancho Halir, dan
Budancho Sunanto. Sejak September 1944 sering diadakan rapat rahasia dan
mengadakan kontak dengan daidan-daidan lainnya tetapi tidak berhasil. Tanggal
13 Februari 1944 mereka mempunyai keputusan bahwa pemberontkan dilaksanakan
tanggal 14 Februari 1944 dengan markas di lereng Gunung Kelud sebelah
utara.pemberontakan ini diawali dengan penembakan sasaran yang sudah ditentukan
yakni rumah para pelatih dan kempeitai serta sebuah hotel Jepang. Setelah itu, rombongan
dipecah menjadi empat yaitu tiga rombongan ke Gunung Kelud dan satu rombongan
ke hutan Lodoyo. Selama perjalanan mereka banyak membunuh tentara Jepang.
Mengetahui adanya pemberontakan,
Jepang mengerahkan pasukan pribumi yakni para daidancho dan para chudancho
Blitar yang tidak ikut memberontak dan Katagiri Butai (resimen katagiri). Selain itu, Jepang juga mengikutsertakan
PETA maupun heiho dari berbagai tempat untuk bergerak mengepung pemberontak.
Dalam hal ini Jepang tidak mengambil jalan kekerasan tetapi lebih memilih
perundingan. Dalam perundingan dengan kelompok Muradi, Jepang menjanjikan
pengampunan bagi pemberontak. Akan tetapi janji itu tidak ditepati sehingga
terjadilah penyiksaaan. Para pemimpin utama dibawa ke Jakarta dan diadili oleh
Mahkamah Militer Jepang dengan vonis hukuman penjara minimal dua tahun, seumur
hidup tiga orang sedangkan enam orang dihukum mati yaitu chudancho dr.
Ismangil, shodancho Muradi, shodancho Suparjono, budancho Sunanto, Halir
Mangkudidjaja, dan Sudarmo. Sedangkan shodancho Supriyadi dinyatakan
menghilang.
2. Perlawanan Giyugun Aceh
Perlawanan Giyugun di Aceh terjadi
pada November 1944 dipimpin oleh seorang Giyugun bernama Tengku Abdul Hamid.
Hal ini terjadi karena dipicu paksaan yang dilakukan Letnan Nemoto terhadap
penduduk dengan menyuruh bekerja keras siang malam untuk kepentingan perang.
Pohon-pohon kelapa juga ditebangi dan ditancapkan ke sawah-sawah untuk mencegah
mendaratnya pasukan sekutu. Disamping itu, anggota giyugun juga dipaksa kerja
keras membuat pertahanan di kampung-kampung sampai ke hutan-hutan.
Dengan alasan seperti itulah pasukan
Tengku Abdul Hamid menggerakkan dua pleton anggota giyugun ke gunung diatas
kampung Beuracan dengan tuntutan agar Letnan Nemoto dipindahkan dari Jangka
Buaya. Akibatnya, Jepang bertindak cepat untuk mengatasi pemberontak tersebut
dengan cara mengepung asrama giyugun dan menyandera anggota keluargan yang
meninggalkan asrama sedangkan yang tidak meningglakan asrama mengadakan
perundingan dengan Jepang. Sesuai dengan kesepakatan, Tengku Abdul Hamid
menghentikan rencana perlawanan dan kembali ke asrama di Jangka Buaya. Jepang
pun mengganti Letnan Nemoto dengan perwira lain. Dilain versi, Tengku Abdul
ahmid menghentikan perlawanan karena adanya ancaman bahwa semua anggota keluarganya
akan dibunuh Jepang.
C. Perlawanan Dari Petani
1. Perlawanan Rakyat Indramayu Jawa
Barat
Perlawanan inimerupakan perlawanan
yang timbul karena ketidaksukaan petani terhadap sikap angkuh Jepang yang merampas
padi petani. Selain itu, pemaksaan untuk menjadi romusha yang mengakibatkan
penderitaan yang berkepanjangan.
Pada bulan April 1944 terjadilah
pemberontakan yang dipimpin oleh Haji Madriyas. Kejadian ini berlangsung di di
Desa Sindang dan Krangampel. Untuk meredam perlawanan ini Jepang sengaja
menindak kejam kedua daerah ini agar daerah lain tidak ikut memberontak.
BAB III
KESIMPULAN
Jepang mulai ikut Perang
Dunia 2 berawal dari seangan atas pangkataln angkatan laut Amerika Serikat, Pearl
Harbor pada tanggal 7 Desember 1941. Serangan ini mengakibatkan tewasnya
sekitar 3.000 orang. Dalam waktu singkat Jepang berhasil menguasai beberapa
negara di Asia Tenggara misalnya Indochina, Filipina, Thailand, Malaya, dan
Brunai.
Pasukan
Jepang mulai memasuki Indonesia di Tarakan dan Manado pada 10 Januari 1942.
Serangan dilanjutkan ke kota-kota lain di Indonesia. Dalam pertempuran Laut
Jawa tanggal 28 Februari 192 Sekutu kalah dan mundur ke Australia. 9 Maret 1942
Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Jawa Barat. Sejak itulah Indonesia
memasuki fase sejarah baru, yaitu Penjajahan Jepang.
Penjajahan Jepang menimbulkan
banyak perubahan di Indonesia. Para pemuda diwadahi organisasi seperti Heiho,
Keibodan, Fujinkai, PETA, dan sebagainya. Selain itu, Jepang juga telah
merampas penduduk Indonesia seperti adanya romusha dan jugun ianfu. Walaupun
cukup singkat, penjajahan Jepang telah menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat
Indonesia.
Pemerasan dan siksaan lahir batin
yang dirasakan rakyat mendapat kecaman dari berbagai pihak baik itu militer,
agamawan, dan petani pribumi. Kecaman-kecaman itu berakhir pada pemberontakan
pada Jepang. Perlawanan Cot Plieng, Sukamanah, PETA Blitar,Giyugun Aceh, dan
peristiwa Indramayu merupakan beberapa contoh pemberontakan. Meski akhirnya
perlawanan itu dapat di patahkan secara kejam, hal itu membuktikan bahwa rakyat
Indonesia tidak takut pada siapa pun selama benar.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Nasional Penulisan Sejarah
Indonesia.2010.Sejarah Nasional Indonesia.Jakarta.Balai
Pustaka
id.wikipedia.org/wiki/sejarah_nusantara(1942-1945)
id.wikipedia.org/wiki/zainal_mustafa
wikimapia.org
0 komentar:
Posting Komentar