RSS
Facebook
Twitter

Jumat, 27 April 2012

sejarah indonesia madya


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang armada Amerika Serikat di Pearl Harbour Hawaii. Serangan mendadak yang dilakukan pagi hari itu menghancurkan 87 pesawat milik AD, 97 pesawat AL, 19 kapal perang berbagai ukuran (termasuk USS Arizona, kapal perang terbesar) dengan koraban jiwa dari pihak Amerika berjumlah hampir 3.000 jiwa meninggal, dan 1.287 terluka baik dari militer atau sipil.
Serangan Jepang dilanjutkan ke beberapa negara di Asia misalnya Malaya, Filipina, Bruani, dan Indocina. Invasi Jepang pertama kali datang ke Indonesia adalah Tarakan dan Manado (10 Januari 1942), dilanjutkan ke Balikpapan, Kendari, dan Ambon. Jepang pun mulai mengebom Palembang pada Februari 1942. Di Laut Jawa, terjadi pertempuran antara Sektutu dan Jepang. Pertempuranyang terjadi tanggal 28 Februari 1942 ini dimenangkan oleh Jepang. Puncaknya, tanggal 9 Maret 1942 Belanda menyerah. Letnan Jenderal Ter Poortenn dan Letjend Imamura menandatangani dokumen penyerahan tanpa syarat dari Belanda kepada Jepang di Kalijati. Semenjak penyerahan tanpa syarat itulah Jepang mulai menduduki Indonesia.
Penjajahan Jepang memang bisa dikatakan cukup singkat yakni 3,5 tahun. Selama itulah Jepang banyak membuat perubahan pada rakyat misalnya dibentuk Seinendan, Keibodan, Heiho, PETA, Fujinkai dan sebagainya. Selain itu, Jepang juga mengeluarkan peraturan yang semua bersumber pada Jepang misalnya penggunaan kalender Sumera dan mengibarkan bendera Jepang Hinomaru.Akan tetapi, eksploitasi terhadap rakyat pun juga sangat keterlaluan. Mereka merekrut rakyat untuk menjadi romusha (pekerja kasar) yang digunakan menunjang perang Jepang terhadap sekutu. Romusha ini ditguasi untuk membuat terowongan, penanaman jarak, pembuatan dinamit, tambang batubara, dan dikirim untuk bekerja di negara lain seperti Malaya, Myanmar, Thaialnd, dan Vietnam. Diperkirakan ribuan orang tergabung dalam romusha ini dan keadaan mereka sangat menyedihkan serta makan mereka tidak terjamin.
Yang paling parah, Jepang juga memaksa perempuan untuk menjadi budak seks yang disebut “jugun ianfu”. Sepeti halnya romusha, jugun ianfu juga direkrut dari desa. Anak gadis yang masih belia dirayu melalui pejabat lokal setempat dan diimingi dengan pekerjaan dengan gaji besar. Setelah rayuan itu berhasil, mereka ditempatkan di rumah tertentu dan disana dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang. Tindakan yang tak bermoral ini menimbukann trauma mental pada korbannya. Keadaan inilah yang mendorong rakyat untuk melakukan perlawanan bersenjata di berbagai daerah yang tentunya disebabkan oleh persoalan yang lebih spesifik.

B.      RUMUSAN MASALAH
1.       Apa faktor penyebab perlawanan.
2.       Bagaimana jalannya perlawanan.
3.       Apa dampak perlawanan.

C.      TUJUAN
1.       Dapat memahami tentang perlawanan rakyat melawan Jepang.
2.       Menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perlawanan Dari Kelompok Agama
1.      Perlawanan Cot Plieng Bayu, Lhokseumawe Aceh
Perlawanan ini sebenarnya lebih bermotifkan agama yang dipelopori oleh seorang ulama muda bernama Teungku Abdul Djalil pada tahun 1942. Menurutnya, Jepang adalah bangsa yang merusak agama Islam. Di madrasahnya, Teungku Abdul Jalil selalu mengobarkan semangat jihad dan mati syahid. Setiap khotbahnya ia selalu menganjurkan membaca Hikayat Perang Sabil, bahkan beliau mengatakan bahwa Jepang merupakan “keparat jenis majusi” (keuparat biek majusi). Ia bersama masyarakat Aceh menolak untuk melakukan seikerei (membungkuk ke arah timur tempat matahari terbit; simbol penghormatan terhadap Tenno atau kaisar Jepang) yang dianggapnya mengubah arah kiblat.
Akibat dari tindakan itu Teungku Abdul Djalil selalu diawasi oleh Kenpeitai (polisi rahasia)d an pada akhirnya ia dipanggil oleh kenpeitai Kutaraja dan polisi Lhokseumawe. Nasehat beberapa tokoh mayarakat dan tidak pula diindahkan. Murid-muridnya juga dipersenjatai meski senjatanya sangat sederhana jauh dengan tentara Jepang. 7 November 1942 murid Teungku Abdul Djalil melarang komandan kenpetai bernama Hayashi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan baik-baik. Akan tetapi usaha ini gagal karena Hayashi ditusuk tombak oleh pengawal Abdul Djalil tetapi Hayashi dapat melarikan diri ke Lhokseumawe.
10 November 1942 Jepang mengerahkan pasukan yang bersenjata modern untuk menggempur Cot Plieng. Pasukan ini dibawa dari Biruen, Lhokseumawe. Selama setengah hari, pasukan Abdul Djalil berperang dengan tentara Jepang. Karena kalah dalam persenjataan, pasukan Abdul Djalil dapat dipukul mundur dan Cot Plieng dapat dikuasai Jepang. Tindakan Jepang dikuti pula pembakaran masjid-masjid beserta rumah warga sehingga menewaskan 86 orang.
Pada 13 November 1942 Jepang kembali meneruskan serangan ke tempat Abdul Jalil yakni di Blang Gampong Teungah. Abdul Djalil tewas di tempat ini bersama 19 orang pengikutnya sedangkan 5 orang lainnya ditangkap.  Jepang pun masih bertindak sadis terbukti setelah ditemukan tewas, kepala Teungku Abdul Djalil dipisahkan dari tubuhnya dan jenazahnya dimakamkan di bekas Masjid di Cot Plieng.

2.      Perlawanan Sukamanah, Tasikmalaya
Perlawanan Sukamanah merupakan perlawanan yang terjadi di Singaparna, Sukamanah, Tasikmalaya,Jawa Barat yang pimpin oleh KH. Zainal Mustafa pada tahun 1944. Perlawanan ini bisa disebut bermotif agama, yang bermula dari ketidaksukaan Zainal Mustafa dengan Jepang. Seperti halnya Teungku Abdul Jalil, ia juga menentang seikerei karena dianggap mengubah kiblat dan musyrik. Tindakan ini pernah dilakukan secara terang-terangan ketika semua ulama melakukan seikerei dibawah todongan senjata dan hanya Zainal Mustafa yang membangkang. Selain itu, ia juga punya prinsip lebih baik mati daripada diatur Jepang. Beberapa kali permintaan untuk menghadap ko0mandan kempeitai juga ditolak.
Penolakan Zainal Mustafa dianggap sebagai pemberontakan dan berakibat sepasukan polisi Jepang bergerak ke Sukamanah pada tangggal 24 Februari 1944 dengan maksud menangkapnya. Pasukan Polisi ini juga didampingi oleh camat Sukamanah beserta 11 stafnya. Usaha ini gagal bahkan polisi berhasil ditangkap dan baru pada keesokan harinya (25 Februari) dilepaskan dengan senjata mereka dirampas. Ditanggal 25 Februari 1944, empat orang kempeitai kembali ke Sukamanah untuk menyuruh Zainal Mustafa menghadap komandannya akan tetapi permintaan itu ditolak bahkan tiga dari empat orang kempeitai itu dibunuh oleh santri Zainal Mustafa. Sebagai akibatnya, Jepang mengerahkan kekuatannya untuk menggempur Sukamanah. Pertempuran itu tidak seimbang karena Jepang menggunakan senjata modern sedangkan pasukan Sukamanah hanya bersenjata tradisonal. Akhirnya Zainal Mustafa kalah dan sejumlah besar pengikutnya tertangkap. Sesuai denagn keputusan Mahkamah Militer Jepang, 79 orang dipenjara di Sukamiskin Bandung dan 23 orang dipenjara di Cipinang Jakarta, termasuk Zainal Mustafa. Ia bersama 17 orang lainnya dibunuh di penjara ini, dan 5 orang lainnya meninggal karena siksaan. Pertempuran ini menewaskan 198 orang. Sedangkan dari pihak Jepang tewas 3 orang dan 20 orang luka-luka. Pesantren Sukamanah ditutup oleh Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya di tahun 1972, KH Zainal Mustofa diangkat menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972. 

B.      Perlawanan Dari Militer
1.      Pemberontakan PETA Blitar
Pemberontakan dari militer salah satunya adalah dari Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar. Pemberontakan ini berawal pada tanggal 25 Desember dibentuk Daidan atau batalyon Blitar yang terdiri dari tiga chudan (kompi) yang masing-masing dipimpin oleh chudancho. Setiap chudan terdiri dari tiga shodan (pleton) dengan pemimpin yang disebut shudancho.
Pelatihan dasar militer bisa dikatakan cukup unik karena para Daidan dipisah dari masyarakat. Dan setelah selesai, mereka mendapat kelonggaran untuk bertemu dengan keluarga masing-masing. Nasionalisme para daidan berkobar ketika mendengar para petani dipaksa menjual padinya ke kumiai (organisasi pembelian padi). Selain padi, pemerintah militer Jepang juga memerintahkan pembelian telur dengan harga yang sangat rendah.
Selain itu, kekecewaan perwira PETA muncul ketika adanya diskriminasi antara tentara Jepang dengan PETA misalnya tentara PETA diharuskan memberi hormat dahulu terhadap tentara Jepang ketika bertemu dan banyak diantara mereka mendapat penghinaan. Penderitaan para romusha pun dirasakan oleh PETA ketika mengawasi pembangunan kubu pertahanan. Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut tentara PETA merencanakan pemberontakan terhadap Jepang dan merebut kemerdekaaan.
Perlawanan ini dipimpin oleh Shodancho Supriyadi dengan bantuan Shodancho Muradi, Budancho Halir, dan Budancho Sunanto. Sejak September 1944 sering diadakan rapat rahasia dan mengadakan kontak dengan daidan-daidan lainnya tetapi tidak berhasil. Tanggal 13 Februari 1944 mereka mempunyai keputusan bahwa pemberontkan dilaksanakan tanggal 14 Februari 1944 dengan markas di lereng Gunung Kelud sebelah utara.pemberontakan ini diawali dengan penembakan sasaran yang sudah ditentukan yakni rumah para pelatih dan kempeitai serta sebuah hotel Jepang. Setelah itu, rombongan dipecah menjadi empat yaitu tiga rombongan ke Gunung Kelud dan satu rombongan ke hutan Lodoyo. Selama perjalanan mereka banyak membunuh tentara Jepang.
Mengetahui adanya pemberontakan, Jepang mengerahkan pasukan pribumi yakni para daidancho dan para chudancho Blitar yang tidak ikut memberontak dan Katagiri Butai (resimen katagiri). Selain itu, Jepang juga mengikutsertakan PETA maupun heiho dari berbagai tempat untuk bergerak mengepung pemberontak. Dalam hal ini Jepang tidak mengambil jalan kekerasan tetapi lebih memilih perundingan. Dalam perundingan dengan kelompok Muradi, Jepang menjanjikan pengampunan bagi pemberontak. Akan tetapi janji itu tidak ditepati sehingga terjadilah penyiksaaan. Para pemimpin utama dibawa ke Jakarta dan diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dengan vonis hukuman penjara minimal dua tahun, seumur hidup tiga orang sedangkan enam orang dihukum mati yaitu chudancho dr. Ismangil, shodancho Muradi, shodancho Suparjono, budancho Sunanto, Halir Mangkudidjaja, dan Sudarmo. Sedangkan shodancho Supriyadi dinyatakan menghilang.

2.      Perlawanan Giyugun Aceh
Perlawanan Giyugun di Aceh terjadi pada November 1944 dipimpin oleh seorang Giyugun bernama Tengku Abdul Hamid. Hal ini terjadi karena dipicu paksaan yang dilakukan Letnan Nemoto terhadap penduduk dengan menyuruh bekerja keras siang malam untuk kepentingan perang. Pohon-pohon kelapa juga ditebangi dan ditancapkan ke sawah-sawah untuk mencegah mendaratnya pasukan sekutu. Disamping itu, anggota giyugun juga dipaksa kerja keras membuat pertahanan di kampung-kampung sampai ke hutan-hutan.
Dengan alasan seperti itulah pasukan Tengku Abdul Hamid menggerakkan dua pleton anggota giyugun ke gunung diatas kampung Beuracan dengan tuntutan agar Letnan Nemoto dipindahkan dari Jangka Buaya. Akibatnya, Jepang bertindak cepat untuk mengatasi pemberontak tersebut dengan cara mengepung asrama giyugun dan menyandera anggota keluargan yang meninggalkan asrama sedangkan yang tidak meningglakan asrama mengadakan perundingan dengan Jepang. Sesuai dengan kesepakatan, Tengku Abdul Hamid menghentikan rencana perlawanan dan kembali ke asrama di Jangka Buaya. Jepang pun mengganti Letnan Nemoto dengan perwira lain. Dilain versi, Tengku Abdul ahmid menghentikan perlawanan karena adanya ancaman bahwa semua anggota keluarganya akan dibunuh Jepang.

C.      Perlawanan Dari Petani
1.      Perlawanan Rakyat Indramayu Jawa Barat
Perlawanan inimerupakan perlawanan yang timbul karena ketidaksukaan petani terhadap sikap angkuh Jepang yang merampas padi petani. Selain itu, pemaksaan untuk menjadi romusha yang mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan.
Pada bulan April 1944 terjadilah pemberontakan yang dipimpin oleh Haji Madriyas. Kejadian ini berlangsung di di Desa Sindang dan Krangampel. Untuk meredam perlawanan ini Jepang sengaja menindak kejam kedua daerah ini agar daerah lain tidak ikut memberontak.










BAB III
KESIMPULAN
                Jepang mulai ikut Perang Dunia 2 berawal dari seangan atas pangkataln angkatan laut Amerika Serikat, Pearl Harbor pada tanggal 7 Desember 1941. Serangan ini mengakibatkan tewasnya sekitar 3.000 orang. Dalam waktu singkat Jepang berhasil menguasai beberapa negara di Asia Tenggara misalnya Indochina, Filipina, Thailand, Malaya, dan Brunai.
                Pasukan Jepang mulai memasuki Indonesia di Tarakan dan Manado pada 10 Januari 1942. Serangan dilanjutkan ke kota-kota lain di Indonesia. Dalam pertempuran Laut Jawa tanggal 28 Februari 192 Sekutu kalah dan mundur ke Australia. 9 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Jawa Barat. Sejak itulah Indonesia memasuki fase sejarah baru, yaitu Penjajahan Jepang.
Penjajahan Jepang menimbulkan banyak perubahan di Indonesia. Para pemuda diwadahi organisasi seperti Heiho, Keibodan, Fujinkai, PETA, dan sebagainya. Selain itu, Jepang juga telah merampas penduduk Indonesia seperti adanya romusha dan jugun ianfu. Walaupun cukup singkat, penjajahan Jepang telah menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Pemerasan dan siksaan lahir batin yang dirasakan rakyat mendapat kecaman dari berbagai pihak baik itu militer, agamawan, dan petani pribumi. Kecaman-kecaman itu berakhir pada pemberontakan pada Jepang. Perlawanan Cot Plieng, Sukamanah, PETA Blitar,Giyugun Aceh, dan peristiwa Indramayu merupakan beberapa contoh pemberontakan. Meski akhirnya perlawanan itu dapat di patahkan secara kejam, hal itu membuktikan bahwa rakyat Indonesia tidak takut pada siapa pun selama benar.



DAFTAR PUSTAKA

Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia.2010.Sejarah Nasional Indonesia.Jakarta.Balai Pustaka
id.wikipedia.org/wiki/sejarah_nusantara(1942-1945)
id.wikipedia.org/wiki/zainal_mustafa
wikimapia.org

0 komentar:

Posting Komentar

  • Unordered List

  • More Text