PERAGRAF BAHASA INDONESIA DAN POLA
PENGEMBANGANNYA
1. Pengertian
paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, "menulis di samping"
atau "tertulis di samping") adalah suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide.
Paragraf (alenia)
adalah sekumpulan kalimat yang tersusun secara logis dan runtun (sistematis),
yang memungkinkan suatu gagasan pokok dapat dikomunikasikan kepada pembaca
secara efektif. Paragraf merupakan satuan terkecil sebuah karangan. Isinya
membentuk satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang disampaikan penulis
dalam karangannya. Paragraf yang tidak jelas susunannya akan menyulitkan
pembaca untuk menangkap pikiran penulis. Meskipun singkat, oleh karena ada isi
pikiran yang hendak disampaikan, paragraf membutuhkan organisasi dan susunan
yang khas. Di samping itu, karena paragraf merupakan bagian dari suatu pasal,
maka antara paragraf satu dengan yang lain harus saling berhubungan secara
harmonis, sehingga sesuai dengan rangka keseluruhan karangan. Oleh karena itu,
sebuah karangan hanya akan baik jika paragrafnya ditulis dengan baik dan
dirangkai dalam runtunan yang logis.
Awal paragraf ditandai dengan
masuknya ke baris baru. Terkadang baris pertama dimasukkan; kadang-kadang
dimasukkan tanpa memulai baris baru. Dalam beberapa hal awal paragraf telah
ditandai oleh pilcrow (¶).
2. Panjang
paragraf
Dalam suatu
paragraf, pernyataan pokok (kalimat topik) diikuti oleh sejumlah pernyataan
pendukungnya. Pernyataan pendukung tersebut harus cukup rinci sehingga gagasan
utama yang akan dikomunikasikan menjadi jelas bagai pembaca. Rincian yang
terlalu sedikit akan menyulitkan pembaca memahami isi paragraf. Sebaliknya,
rincian yang berlebih-lebihan tidak akan membuat paragraf lebih jelas, bahkan rincian
yang bertele-tele akan menjemukan pembaca. Oleh karena itu pilihlah rincian
yang cocok dengan pokok bahasan, dan jumlahnya memadai sehingga terbentuk
paragraf yang hemat.
Panjang pendeknya paragraf
tergantung sepenuhnya pada kedalaman isi pikiran atau gagasan pokok yang akan
dikomunikasikan, dan “daya baca” pembaca yang menjadi sasaran tulisan. Sebuah
paragraf harus mampu menjelaskan gagasan pokok secara tuntas. Apabila satu
kalimat dipandang belum dapat menjelaskannya, maka perlu ditambah dengan kalimat
kedua, ketiga dan seterusnya, sampai menjadi jelas. Paragraf yang terlalu
pendek (terdiri atas satu atau dua kalimat) seringkali tidak cukup mampu
menjelaskan gagasan pokok senyatanya. Sedangkan, paragraf yang terlampau
panjang dan berbelit-belit justru akan mengaburkan gagasan pokok yang
seharusnya ditonjolkan. Paragraf surat kabar umumnya pendek-pendek (20-40 kata)
karena harus dapat dibaca cepat oleh berbagai lapisan masyarakat. Majalah
populer umumnya menggunakan paragraf yang panjangnya 100-150 kata. Pada umumnya
buku ajar perguruan tinggi memiliki panjang paragraf antara 75 dan 200 kata.
3.
Kerangka paragraf
·
Dimulai
dengan kalimat topik yang menyatakan gagasan utama paragraf.
·
Memberikan
detail pendukung untuk mendukung gagasan utama.
·
Ditutup
dengan kalimat penutup yang menyatakan kembali gagasan utama.
4. Jenis paragraf
Ø Berdasarkan jenis
·
Narasi adalah
paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa. Ciri-cirinya: ada
kejadian, ada palaku, dan ada waktu kejadian. Contoh:
Anak itu berjalan cepat menuju pintu rumahnya karena
merasa khawatir seseorang akan memergoki kedatangannya. Sedikit susah payah dia
membuka pintu itu. Ia begitu terkejut ketika daun pintu terbuka seorang lelaki
berwajah buruk tiba-tiba berdiri di hadapannya. Tanpa berpikir panjang ia
langsung mengayunkan tinjunya ke arah perut lelaki misterius itu. Ia semakin
terkejut karena ternyata lelaki itu tetap bergeming. Raut muka lelaki itu
semakin menyeramkan, bagaikan seekor singa yang siap menerkam. Anak itu pun
memukulinya berulang kali hingga ia terjatuh tak sadarkan diri.
·
Deskripsi adalah
paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa melihat,
mendengar, atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan
dapat berupa orang, benda, atau tempat.Ciri-cirinya: ada objek yang
digambarkan. Contoh:
Perempuan itu tinggi semampai. Jilbab warna ungu yang
menutupi kepalanya membuat kulit wajanya yang kuning nampak semakin cantik.
Matanya bulat bersinar disertai bulu mata yang tebal. Hidungnya mancung sekali
mirip dengan para wanita palestina.
·
Eksposisi adalah
paragraf yang menginformasikan suatu teori, teknik, kiat, atau petunjuk
sehingga orang yang membacanya akan bertambah wawasannya. Ciri-cirinya: ada
informasi. Contoh:
Bahtsul masail sendiri merupakan forum diskusi
keagamaan yang sudah mendarah daging di pesantren. Di dalamnya, dibahas
persoalan-persoalan masyarakat yang membutuhkan tinjauan keagamaan secara
ilmiah, rinci, dan terukur. Perlu diketahui pula bahwa sebagian besar topik
yang muncul didasarkan atas laporan, aduan, atau keluhan masyarakat tentang
persoalan agama, sosial, budaya, hingga ekonomi. Bisa dikatakan bahwa bahtsul
masail sesungguhnya merupakan cara khas pesantren untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat melalui perspektif agama.
·
Argumentasi adalah
paragraf yang mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya. Ciri-cirinya: ada
pendapat dan ada alasannya. Contoh:
Keberhasilan domain itu memang tidak mudah diukur.
Sebab, domain tersebut menyangkut hal yang sangat rumit, bahkan terkait dengan
"meta penampilan" siswa yang kadang-kadang tidak kelihatan. Membentuk
karakter manusia memang membutuhkan pengorbanan, sebagaimana yang dilakukan
negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia. Mereka bisa maju
karena memiliki banyak orang pintar dan berkarakter.
·
Persuasi adalah
paragraf yang mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar melakukan
sesuatu. Ciri-cirinya: ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu. Contoh:
Sebaiknya
pemerintah melakukan penghematan. Selama ini, pemerintah boros dengan cara tiap
tahun membeli ribuan mobil dinas baru serta membangun kantor-kantor baru dan guest
house. Pemerintah juga selalu menambah jumlah PNS tanpa melakukan
perampingan, membeli alat tulis kantor (ATK) secara berlebihan, dan sebagainya.
Padahal, dana yang dimiliki tidak cukup untuk itu.
Ø
Berdasarkan letak kalimat
utamanya
a.
Paragraf deduktif
adalah paragraf yang dimulai dengan
mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti dengan
kalimat-kalimat penjelas. Contoh:
Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya
sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Para peserta sudah
menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya membuka
usaha baru.
b.
Paragraf Induktif
adalah paragraf yang dimulai dengan
mengemukakan penjelasan-penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik.
Paragraf induktif dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu generalisasi,
analogi, dan kausalitas.
♦ Generalisasi
adalah pola pengembangan paragraf yang menggunakan beberapa fakta khusus untuk
mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum. Contoh:
Setelah karangan anak-anak kelas tiga diperiksa,
ternyata Ali, Toto, Alex, dan Burhan, mendapat nilai delapan. Anak-anak yang
lain mendapat nilai tujuh. Hanya Maman yang enam dan tidak seorang pun mendapat
nilai kurang. Oleh karena itu, boleh dikatakan anak-anak kelas tiga cukup
pandai mengarang.
Yang menjadi
penjelasannya di atas adalah:
1. Pemerolehan nilai Ali, Toto, Alex,
Burhan, Maman, dan anak-anak kelas tiga yang lain merupakan peristiwa khusus.
2. Peristiwa khusus itu kita
hubung-hubungkan dengan penalaran yang logis.
3. Kesimpulan atau pendapat yang kita
peroleh adalah bahwa anak kelas tiga cukup pandai mengarang.
4. Kesimpulan bahwa anak kelas tiga
cukup pandai mengarang, mencakup Ali, Toto, Alex, Burhan, Maman, dan anak-anak
lainnya. Dalam kesimpulan terdapat kata cukup karena Maman hanya mendapat nilai
enam. Jika Maman juga mendapat nilai tujuh atau delapan, kesimpulannya adalah semua
anak kelas tiga pandai mengarang.
♦ Analogi
adalah pola
penyusunan paragraf yang berisi perbandingan dua hal yang memiliki sifat sama.
Pola ini berdasarkan anggapan bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai
segi maka akan ada persamaan pula dalam bidang yang lain. Contoh:
Alam semesta berjalan dengan sangat teratur, seperti
halnya mesin. Matahari, bumi, bulan, dan binatang yang berjuta-juta jumlahnya,
beredar dengan teratur, seperti teraturnya roda mesin yang rumit berputar.
Semua bergerak mengikuti irama tertentu. Mesin rumit itu ada penciptanya, yaitu
manusia. Tidakkah alam yang Mahabesar dan beredar rapi sepanjang masa ini tidak
ada penciptanya? Pencipta alam tentu adalah zat yang sangat maha. Manusia yang
menciptakan mesin, sangat sayang akan ciptaannya. Pasti demikian pula dengan Tuhan,
yang pasti akan sayang kepada ciptaan-ciptaan-Nya itu.
Dalam paragraf di atas, penulis membandingkan mesin
dengan alam semesta. Mesin saja ada penciptanya, yakni manusia sehingga penulis
berkesimpulan bahwa alam pun pasti ada pula penciptanya. Jika manusia sangat
sayang pada ciptaannya itu, tentu demikian pula dengan Tuhan sebagai pencipta
alam. Dia pasti sangat sayang kepada ciptaan-ciptaan-Nya itu.
♦ Hubungan
Kausal
Hubungan kausal adalah pola penyusunan paragraf dengan
menggunakan fakta-fakta yang memiliki pola hubungan sebab-akibat. Misalnya,
jika hujan-hujanan, kita akan sakit kepala atau Rini pergi ke dokter karena ia
sakit kepala. Ada tiga pola hubungan kausalitas, yaitu sebab-akibat,
akibat-sebab, dan sebab-akibat 1 akibat 2.
o Sebab-Akibat
Penalaran ini berawal dari peristiwa yang merupakan
sebab, kemudian sampai pada kesimpulan sebagai akibatnya. Polanya adalah A
mengakibatkan B. Contoh:
Era Reformasi tahun pertama dan tahun kedua ternyata
membuahkan hasil yang membesarkan hati. Pertanian, perdagangan, dan industri,
dapat direhabilitasi dan dikendalikan. Produksi nasional pun meningkat. Ekspor
kayu dan naiknya harga minyak bumi di pasaran dunia menghasilkan devisa
bermiliar dolar AS bagi kas negara. Dengan demikian, kedudukan rupiah menjadi
kian mantap. Ekonomi Indonesia semakin mantap sekarang ini. Oleh karena itu,
tidak mengherankan apabila mulai tahun ketiga Era Reformasi ini, Indonesia sudah
sanggup menerima pinjaman luar negeri dengan syarat yang kurang lunak untuk
membiayai pembangunan.
Hal penting yang perlu kita perhatikan dalam membuat
kesimpulan pola sebab-akibat adalah kecermatan dalam menganalisis peristiwa
atau faktor penyebab.
o Akibat-Sebab
Dalam pola
ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian
kita analisis untuk mencari penyebabnya. Contoh:
Kemarin Badu tidak masuk kantor. Hari ini pun tidak.
Pagi tadi istrinya pergi ke apotek membeli obat. Karena itu, pasti Badu itu
sedang sakit.
o Sebab-Akibat-1 Akibat-2
Suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat.
Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikian
seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat. Contoh:
Mulai tanggal 17 Januari 2002, harga berbagai jenis
minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, dan lain-lain
dinaikkan harganya. Hal ini karena Pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan
harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Karena harga bahan
bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya
angkutan naik, harga barang-barang pasti akan ikut naik karena biaya tambahan
untuk transportasi harus diperhitungkan. Naiknya harga barang-barang akan dirasakan
berat oleh rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi
dengan usaha menaikkan pendapatan masyarakat.
c.
Paragraf Campuran
adalah paragraf yang dimulai dengan
mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat
penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik.Kalimat topik yang ada pada akhir
paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf. Contoh:
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat
dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti
menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun
yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bisa maju seperti
sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.
d.
Paragraf Deskriptif/Naratif/Menyebar
adalah paragraf yang tidak memiliki kalimat
utama. Pikiran utamanya menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada
kalimat-kalimat penjelas. Contoh:
Di pinggir jalan banyak orang berjualan kue dan
minuman. Harganya murah-murah, Sayang banyak lalat karena tidak jauh dari tempat
itu ada tumpukan sampah busuk. Dari sampah, lalat terbang dan hinggap di kue
dan minuman. Orang yang makan tidak merasa terganggu oleh lalat itu. Enak saja
makan dan minum sambil beristirahat dan berkelakar.
5. Pola
susunan paragraf
Paragraf
merupakan rangkaian kalimat yang tersusun dengan pola runtunan tertentu, antara
lain:
a)
Pola runtunan waktu
Pola susunan ini biasanya dipakai untuk memerikan
(mendeskripsikan) suatu peristiwa atau prosedur membuat atau melakukan sesuatu
selangkah demi selangkah. Misalnya cara melakukan percobaan, menyelesaikan
masalah, dan menggunakan suatu alat. Pola susunan ini ditandai dengan “rambu”
yang menyatakan runtunan waktu, seperti pertama, mula-mula, lalu, kemudian,
setelah itu, sambil, seraya, selanjutnya, dsb.
b)
Pola runtunan ruang
Apabila penulis menggunakan pola runtunan ruang secara umum, ia
akan menggunakan kata seperti di sebelah kiri, sedikit di atas, agak menjorok
ke dalam, dsb. Apabila penulis menggunakan pola ini secara pasti, maka ia dapat
menyebutkan ukurannya, misalnya sepuluh sentimeter di atasnya, menjorok ke
dalam 1 m, membentuk sudut 45 derajat, dsb.
c)
Pola susunan sebab-akibat
Pola susunan paragraf ini
digunakan antara lain untuk (1) mengemukakan alasan secara logis, (2)
mendeskripsikan suatu proses, (3) menerangkan sebab bagi suatu peristiwa atau
fenomena, (4) memprakirakan peristiwa yang akan terjadi. Beberapa rambu dalam
pola susunan ini adalah jadi, karena itu, dengan demikian, karena,
mengakibatkan, akibatnya, menghasilkan, sehingga, dll.
d)
Pola susunan pembandingan
Pola ini digunakan untuk membandingkan dua perkara atau lebih,
yang di satu pihak mempunyai kesamaan, sedangkan di pihak lain kebedaan.
Pembadingan ditandai dengan rambu seperti tetapi, apalagi, berbeda dengan,
demikian pula, sedangkan, sementara itu.
e)
Pola susunan daftar
Suatu paragraf dapat pula memuat rincian yang diungkapkan dalam
bentuk daftar. Susunan daftar dapat berformat (berderet ke bawah) atau tidak
(membaur di dalam paragraf itu sendiri, sehingga tak terlihat jelas sebagai
daftar. Baik berformat maupun tidak, kalimat-kalimat rincian perlu seiring dan
berhubungan secara mulus dengan kalimat induknya.
f)
Pola susunan contoh
Banyak gagasan yang memerlukan contoh, sehingga kalimat-kalimat
rinciannya mengemukakan contoh-contoh, yang adakalanya diawali dengan kata
misalnya atau contohnya, tetapi adakalanya tidak.
g)
Pola susunan bergambar
Terdapat pernyataan yang
dilengkapi dengan gambar (bagan, tabel, grafik, diagram, dsb.) untuk
memperjelas maksud pernyataan tertulisnya. Dalam kaitan itu perlu dicantumkan
penunjukan kepada gambar bersangkutan supaya pembaca mengetahui gambar yang
harus dilihatnya, misalnya “lihat gambar 2”, atau “(gambar 2)”.
6. Tugas
paragraf
Sebuah
karangan diawali dengan paragraf pembuka, kemudian dilanjutkan dengan rangkaian
paragraf pengembang yang diselingi satu sama lain dengan paragraf perangkai,
dan akhirnya ditutup dengan paragraf pemungkas (penutup).
Paragraf pembuka
dapat diibaratkan dengan pintu gerbang, yang harus dibangun dengan baik
sehingga orang tertarik. Penulis harus berusaha untuk menulis paragraf pembuka
sebaik-baiknya. Dengan paragraf itu, ia memberikan gambaran singkat tentang
perkara yang dibahas dalam tulisannya, atau mencoba membangkitkan perhatian
pembaca agar tertarik untuk membaca seluruh karyanya.
Paragraf
perangkai tugasnya meluweskan peralihan dari pembahasan hal yang satu
kepada yang lain. Paragraf perangkai biasanya muncul pada saat pengarang mengakhiri
satu bagian dari uraiannya, dan hendak beralih pada uraian yang lain.
Paragraf pemungkas
menutup sebuah karangan, dan dengan sendirinya harus benar-benar menutup dengan
wajar. Janganlah dirasakan oleh pembaca seolah-olah karangan itu putus di tengah
jalan, atau karangan itu belum selesai. Biasanya paragraf pemungkas menyajikan
kesimpulan, saran, atau harapan penulis. Pada sejumlah karangan yang baik
tampak adanya hubungan antara paragaraf pembuka dan pemungkas.
Sumber:
Akhadiah,
S., Arsjad, M. G., dan Ridwan, S. H. (1988). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sakri, A. (1992). Bangun
Paragraf Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Sakri, A. (1988). Belajar
Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB.
0 komentar:
Posting Komentar